Valiance secara resmi tampil di lanskap bisnis Indonesia sebagai perusahaan konsultan solusi bisnis berbasis machine learning (ML).
Berbeda dengan perusahaan serupa lainnya yang berspesialisasi dalam satu bidang saja, Valiance berpengalaman mengerjakan solusi-solusi di berbagai bidang berkat kultur riset mendalam.
Sebelumnya, Valiance merupakan divisi konsultan dari Pacmann, sebuah akademi yang secara aktif menyebarluaskan pengetahuan mengenai industri data melalui program non-degree (tanpa gelar) untuk mereka yang ingin berkarier sebagai Data Scientist dan Business Intelligence/Data Analyst.
Materi program yang diajarkan setara dengan kurikulum S-1 dan S-2 Statistics dan Machine Learning. Adityo Sanjaya, CEO dan Co-Founder di Valiance menuturkan bahwa solusi berbasis Machine Learning yang mereka kerjakan bersifat menyeluruh (end-to-end).
Proses bisnis solusi itu mencakup analisis ketimpangan (gap analysis), akuisisi dan konstruksi data (data acquisition and construction), pengembangan model (model development), implementasi infrastruktur Machine Learning (ML infrastructure implementation), hingga evaluasi dampak solusi terhadap bisnis.
"Dalam merancang solusi bisnis, kami terbiasa merujuk pada research paper tentang machine learning. Kami pun selalu melibatkan subject matter expert di bidang industri terkait di dalam proses bisnis yang kami lalui," ujar pria yang akrab disapa Adit tersebut saat diskusi panelis tentang datadriven culture di perusahaan pada Rabu (26/1/2022) di Jakarta.
Adit menjelaskan, setiap perusahaan sering dihadapkan pada situasi pengambilan keputusan krusial. Namun, Adit mendapati bahwa pengambilan keputusan di perusahaan sering dilakukan berdasarkan intuisi.
“Pengambilan keputusan berdasarkan intuisi tidaklah optimal. Nah, data-driven dapat menjadi sebuah kerangka kerja sebuah perusahaan untuk menurunkan business problem menjadi data problem, menguji hipotesis, lalu melakukan pengambilan keputusan berdasarkan data,” tutur Adit.
Sebagai bentuk transparansi, kata Adit, Valiance senantiasa menginformasikan klien tentang tingkat kerumitan selama proses perumusan masalah dan pembuatan solusi bisnis, serta dependensi infrastruktur dan ekosistem terkait di dalamnya.
Menurut pria yang telah menggeluti machine learning lebih dari tujuh tahun tersebut, Valiance menjalani proses ketat dan mendetail untuk menilai kebutuhan klien atas solusi machine learning, dan mengomunikasikan hasilnya supaya klien dapat mengambil keputusan secara tepat.
Anthony Amni, Head of Mid-Market & Enterprise Greenfi, AWS Indonesia mengatakan bahwa pihaknya di AWS sangat menyambut baik adopsi data analytics dan machine learning di berbagai industri.
"Penerapan data analytics dan machine learning itu biasanya ada di startup karena mereka early adopters. Namun sekarang, perusahaan non-digital pun sudah banyak mengadopsi fondasi data analytics dan machine learning," tutur Anthony.
Cloud computing seperti AWS, kata Anthony, telah berhasil mendemokratisasi adopsi data analytics dan machine learning selama beberapa tahun terakhir.
Dari sisi biaya dan kepraktisan, menurut dia, cloud computing membuat proses adopsi ini menjadi lebih murah dan mudah.
Riyad Rivandi, CTO dan Co-Founder di Valiance, mengatakan bahwa pengerjaan solusi bisnis di Valiance berlangsung secara efisien berkat penggunaan internal tools yang mereka kembangan untuk proses automatic machine learning (AutoML).
"Selain itu, kami berpengalaman membangun infrastruktur Machine Learning Ops (MLOps) baik cloud maupun on-premise sesuai dengan kondisi perusahaan," kata Riyad.
Riyad juga menegaskan bahwa solusi berbasis machine learning dari Valiance mampu menyelesaikan permasalah bisnis klien, baik dalam hal efisiensi waktu untuk tugas-tugas repetitif, menekan potensi kerugian biaya, maupun memprediksi risiko potensial.
"Kami membuktikan hal ini dengan melakukan evaluasi performa solusi yang kami bangun terhadap hasil analisis ketimpangan yang telah dilakukan," ujar Riyad.
Riyad mencontohkan, sebuah solusi Machine Learning untuk credit scoring yang pernah dibangun mampu memprediksi 50% Non Performing Loan (NPL) pada suatu lembaga keuangan mikro, yang nilainya setara dengan potensi kerugian Rp100 miliar.
Selanjutnya, solusi digunakan untuk mendeteksi risiko kredit pemohon dan merekomendasikan analis untuk menolak permohonan dengan potensi gagal bayar tinggi.
Namun, performa solusi tetap harus dievaluasi secara berkala untuk menghindari rekomendasi yang buruk akibat pergeseran tren pemohon (data drift).
Selain credit scoring, solusi-solusi berbasis machine learning yang telah dikerjakan Valiance adalah anomaly detection, fraud detection, route optimization, computer vision, natural language processing, dan supply chain optimization.
Sejauh ini, Valiance telah mengerjakan solusi machine learning di industri keuangan dan perbankan, logistik dan distribusi, media, ritel, pariwisata, agrikultur, dan otomotif.
Latar belakang klien yang telah bekerja sama dengan Valiance adalah perusahaan swasta, badan usaha milik negara, dan kementerian/lembaga pemerintah.
Baca Juga: Implementasikan Artificial Intelligence, McDonald's Berikan Tiga Saran
Penulis | : | Rafki Fachrizal |
Editor | : | Rafki Fachrizal |
KOMENTAR