Meluncurkan whitepaper tentang kecerdasan buatan, Populix membeberkan manfaat dan risiko pemanfaatan artificial intelligence (AI) di Indonesia.
Teknologi AI telah mengalami kemajuan yang luar biasa dalam beberapa tahun terakhir. Kemudahan mengakses produk-produk berbasis AI pun turut mendorong masyarakat untuk semakin memanfaatkannya di berbagai aspek kehidupan.
Namun, terlepas dari kenyamanan dan efisiensi yang ditawarkan, terdapat juga kekhawatiran di antara masyarakat Indonesia mengenai etika, privasi, dan dampak teknologi ini terhadap masa depan dunia kerja.
Hal ini yang mendasari Populix untuk meluncurkan whitepaper berjudul “Indonesia 2023 A.I. Living Landscape.” Whitepaper ini bertujuan memberikan panduan tentang cara mengarungi perkembangan teknologi AI terkini dari sudut pandang masyarakat dan industri.
“Pesatnya kemajuan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence / AI) tak luput dari berbagai faktor, termasuk peningkatan daya komputasi, ketersediaan kumpulan data yang semakin luas, dan terobosan inovatif dalam desain algoritma. Sejatinya AI membawa sekumpulan manfaat sekaligus risiko dalam penerapannya,” jelas Co-Founder dan CTO Populix, Jonathan Benhi.
Benhi melanjutkan, salah satu manfaat dari AI adalah kemampuan membuat pekerjaan yang berulang lebih efisien dan menganalisis data secara akurat, sehingga mendorong potensi bisnis untuk terus tumbuh dengan cepat.
Namun, dalam penggunaannya, AI sangat bergantung pada data, baik berupa big data maupun data pribadi yang berpotensi bocor atau disalahgunakan. “Oleh sebab itu, diperlukan penerapan AI yang bertanggung jawab dengan mengedepankan prinsip-prinsip etika dan transparansi di sepanjang siklus hidup AI. Tujuannya adalah untuk memastikan sistem AI tidak hanya unggul secara teknis, tetapi juga sejalan dengan nilai-nilai sosial dan standar etika yang berlaku di Indonesia,” ujar Benhi.
Pemanfaatan AI di Tempat Kerja
Menurut whitepaper Populix, sentimen masyarakat terhadap masa depan dunia pekerjaan di era kemajuan AI sangat beragam. “Bagi sebagian responden, kekhawatiran terhadap pemanfaatan AI yang dapat menggantikan peran manusia di lingkup pekerjaan tampak besar,” terang Jonathan Benhi.
Sebanyak 55% responden menyatakan bahwa mereka khawatir pekerjaannya akan digantikan oleh AI. Kekhawatiran masyarakat akan kehilangan pekerjaan ini pun kemudian berdampak pada ketidakpuasan kerja dan meningkatnya stres.
Di sisi lain, banyak orang menganggap AI memungkinkan proses kerja yang lebih efisien berkat kemampuan dalam mengotomatisasi tugas-tugas sederhana dan bersifat berulang. “Dengan demikian, karyawan dapat lebih fokus pada aspek pekerjaan yang menuntut sisi kreatif,” ujar Benhi.
Selain itu, analisis dan wawasan yang digerakkan oleh AI juga dapat memberikan informasi yang sangat berharga untuk mendukung pengambilan keputusan yang tepat dan merumuskan strategi yang lebih efektif. “Dengan peningkatan kualitas pekerjaan yang didukung oleh AI tersebut, karyawan merasa lebih puas dengan hasil pekerjaannya,” jelasnya.
Penulis | : | Liana Threestayanti |
Editor | : | Liana Threestayanti |
KOMENTAR