Transformasi digital telah menjadi tren yang tak terelakkan bagi organisasi di berbagai sektor. Hal ini membawa manfaat signifikan, seperti peningkatan efisiensi, efektivitas, dan pengalaman pelanggan. Namun, transformasi ini juga menghadirkan risiko keamanan siber baru, salah satunya pelanggaran data. Sebelum transformasi digital, data tersimpan dalam infrastruktur lokal atau pusat data kecil yang dikelola sendiri oleh organisasi. Karyawan harus hadir secara fisik di kantor untuk mengakses data. Keamanan data dijaga melalui firewall, VPN, kontrol akses, dan kehadiran fisik karyawan.
Transformasi digital mengubah lanskap ini. Pekerjaan menjadi lebih dinamis dan fleksibel. Organisasi mengadopsi model cloud multivendor dan pendekatan mobile-first. Karyawan membawa perangkat pribadi (BYOD) dan bekerja dari berbagai lokasi. Transfer data terjadi di berbagai titik kontak. Tenaga kerja hibrida dan pihak ketiga semakin umum. Perubahan ini berakibat pada perluasan perimeter jaringan dan kompleksitas infrastruktur IT. Kebijakan dan protokol keamanan lama menjadi tidak memadai. Risiko pelanggaran data pun meningkat.
Arun Kumar (Regional Director - APAC ManageEngine) membagikan informasi seputar tantangan Keamanan Data di Era Transformasi Digital saat ini dan hal apa saja yang sekiranya bisa dilakukan oleh organisasi untuk menangkalnya. Arun mengatakan transformasi digital menghadirkan beberapa tantangan utama bagi keamanan data, antara lain Perluasan perimeter jaringan. Sebuah organisasi yang melakukan perubahan sistem kerja digital akan memperluas perimeter jaringan miliknya.
"Dalam kondisi seperti ini, data tidak lagi tersimpan di satu lokasi yang aman. Data tersebar di berbagai perangkat, cloud, dan jaringan. Cara ini mempersulit kontrol akses dan meningkatkan risiko serangan siber," ujarnya.
Berikutnya adalah meningkatnya penggunaan perangkat pribadi. Dengan sistem kerja BYOD dan akses data dari jarak jauh meningkatkan risiko pencurian perangkat, malware, dan phishing. Celah kejahatan dan pelanggaran dapat masuk kedalam sistem pribadi pada perangakt karyawan.
Hal ini lah yang menuntut keamanan ganda bagi Perusahaan. Kompleksitas infrastruktur IT juga menjadi salah satu celah yang memberikan sumbangsih bagi tantangan keamanan di era digital. Infrastruktur cloud dan multivendor telah menghadirkan kompleksitas baru dalam pengelolaan keamanan.
Tenaga kerja hibrida dan pihak ketiga.
Karyawan yang bekerja dari jarak jauh dan pihak ketiga yang memiliki akses ke data organisasi menjadi target potensial serangan siber.
Banyak perusahaan sekarang berbicara tentang Bring Your Own Devices. Aplikasi Anda berada di lokasi yang berbeda. Transfer data Anda terjadi di beberapa titik kontak. Tidak hanya itu perusahaan juga mengadopsi tenaga kerja hibrida dan Anda mugkin juga bekerja bekerja dengan banyak pihak ketiga, pekerja kontrak, penyedia layanan dan masih banyak lagi beberapa lainnya.
"Semua terhubung dengan bisnis Anda sehingga memudahkan terjadinya transfer data atau titik kontak data di lokasi dan perangkat yang berbeda. Anda adalah perimeter jaringan sebelumnya, dan protokol yang diikuti untuk melindungi data tidak sama lagi, atau kebijakan dan praktik lama menjadi tidak memadai," ujar Arun.
Hal terakhir menurut Arun yaitu Kurangnya kesadaran terhadap keamanan data. Hal ini sering terjadi pada karyawan dan pihak ketiga. Bisa jadi karyawan atau pihak ketiga mungkin tidak memiliki kesadaran yang memadai tentang risiko keamanan siber dan praktik terbaik untuk melindungi data. Sehingga hal ini dapat membuka celah bagi pelaku kejahatan siber.
Solusi untuk mengatasi beberapa pelanggaran data tersebut menurut Arun, organisasi perlu menerapkan strategi keamanan siber yang komprehensif untuk mengatasi tantangan di era transformasi digital. Ada beberapa hal yang menjadi Solusi bagi organisasi dalam menangkal serangan tersebut.
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Adam Rizal |
KOMENTAR