Di tengah meningkatnya eskalasi serangan siber di Indonesia, backup data kini menjadi pertahanan utama dalam menjaga keberlangsungan bisnis dan perlindungan data sensitif.
Seiring kompleksitas operasional TI dan peningkatan ketergantungan terhadap sistem digital, perusahaan di Indonesia dihadapkan pada realitas bahwa kehilangan data tidak lagi sekadar gangguan teknis, tetapi bisa berdampak serius terhadap kelangsungan usaha.
Hanief Bastian (Regional Technical Head ManageEngine Indonesia) mengatakan backup data yang efektif bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan krusial.
"Kehilangan data dapat terjadi kapan saja akibat berbagai faktor seperti kegagalan perangkat keras, kesalahan manusia, hingga serangan siber seperti ransomware. Jika tidak ada sistem pencadangan yang baik, konsekuensinya bisa fatal bagi bisnis," ujarnya.
Risiko Bisnis dari Ketiadaan Backup
Data dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menunjukkan bahwa hingga kuartal pertama 2024, lebih dari 100 juta anomali trafik terdeteksi di jaringan dalam negeri yang berpotensi mengindikasikan aktivitas siber berbahaya.
Di saat bersamaan, banyak organisasi di Indonesia masih menganggap backup data sebagai prosedur tambahan, bukan bagian dari strategi inti keamanan TI mereka.
Padahal, lanjut Hanief, sistem pencadangan yang dirancang dengan baik dapat menjamin kelangsungan operasional perusahaan, bahkan di tengah gangguan besar.
"Bayangkan jika data pelanggan, laporan keuangan, atau dokumen legal hilang secara mendadak. Tanpa backup yang solid, perusahaan bisa mengalami gangguan operasional total," jelasnya.
Pencadangan = Kelangsungan Bisnis
Backup bukan hanya soal menyimpan salinan data, melainkan tentang memastikan pemulihan cepat saat terjadi gangguan.
Hanief menekankan pentingnya metrik seperti RTO (Recovery Time Objective) dan RPO (Recovery Point Objective) dalam strategi pemulihan bencana.
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Adam Rizal |
KOMENTAR