Sebagian warga Oakmare, sebuah kota kecil di Oakland, AS, mengajukan protes keras. Mereka menolak rencana operator seluler Verizon menggelar uji coba layanan 5G di kota tersebut. Alasan penolakan adalah kekhawatiran bahaya 5G akan membahayakan kesehatan.
Protes seperti ini bukan cuma terjadi di Kota Oakmare. Jika melihat situs Stop5G.net, Anda akan melihat protes serupa di beberapa negara. Boleh dibilang, tidak ada resistensi akan teknologi seluler seperti 5G saat ini.
Akan tetapi, apakah benar 5G berbahaya?
Antara 5G dan 4G/3G
Seperti teknologi seluler sebelumnya, 5G juga menggunakan gelombang radio untuk mengantarkan data. Perbedaannya adalah di sisi kecepatan. Spesifikasi 5G menyebutkan teknologi ini memiliki kecepatan sampai 20 gigabit per detik, atau 20x lebih cepat dibanding kecepatan tertinggi 4G LTE-Advanced (1 gigabit per detik).
Namun jika Anda ingat pelajaran fisika dulu, kecepatan data berbanding lurus panjang frekuensi. Dengan kata lain, jika ingin kecepatan tinggi, frekuensi juga harus tinggi. Pada kasus 5G yang berkecepatan sangat tinggi, frekuensi yang akan digunakan berada juga harus tinggi.
Ada dua rentang frekuensi yang digunakan di 5G.Rentang pertama di bawah 6GHz atau sama seperti 4G LTE saat ini. Sementara rentang kedua di atas 6GHz, atau tepatnya 24-86 GHz yang disebut millimeter wave.
Namun kembali ke hukum dasar fisika, semakin panjang frekuensi, semakin sempit cakupan areanya. Gelombang millimeter wave mudah hilang ketika terkena penghalang, apakah itu tembok, pohon, atau hujan.
Karena itulah untuk memastikan kecepatan 5G konsisten di semua titik (termasuk di dalam gedung atau rumah), operator perlu memasang antena mini cell secara berdekatan. Contohnya pada kasus kota Oakmare di atas, mini cell akan dipasangkan setiap 10-12 rumah di kota tersebut. Mini cell ini dipasang di fasilitas umum kota tersebut, seperti lampu jalan, papan penunjuk jalan, bahkan tempat sampah.
Hal inilah yang kemudian memunculkan kekhawatiran. Implementasi teknologi 5G akan membuat warga kota “dikepung” gelombang radio frekuensi tinggi yang menyala 24 jam, yang dikhawatirkan akan berefek pada kesehatan warga.
Benarkah Gelombang 5G Berbahaya?
Pertanyaan ini akan sulit dijawab karena belum ada pengujian definitif yang berhasil menunjukkan efek negatif (ataupun tidak adanya efek negatif) dari penggunaan gelombang millimeter wave yang digunakan 5G.
Pada tahun 2015, 230 peneliti dari 40 negara menuliskan kekhawatiran mereka atas implikasi penggunaan gelombang milimeter wave. Beberapa penelitian juga menunjukkan korelasi antara efek paparan milimeter wave terhadap objek studi.
Salah satunya adalah penelitian Arno Thielsens yang membandingkan efek yang terjadi pada serangga yang diekspos gelombang radio di beberapa frekuensi. Penelitian tersebut membuktikan, serangga menyerap gelombang di atas 6GHz lebih besar dibanding di bawah 6GHz. Semakin banyak frekuensi terserap, semakin besar pula efek dielectric heating alias kenaikan suhu tubuh akibat radiasi frekuensi. Jika terjadi dalam waktu lama, kenaikan suhu tubuh tersebut akan menimbulkan perubahan psikologi dan anatomi.
Akan tetapi, banyak juga yang meragukan klaim ini. Pihak yang menganggap 5G aman menyodorkan bukti penggunaan WiFi yang masif saat, dan hal tersebut tidak meningkatkan kenaikan resiko kesehatan (sebagai informasi, WiFi bekerja di frekuensi 2-5GHz).
Riset yang dilakukan NYU Polytechnic School of Engineering juga tidak menunjukkan efek negatif frekuensi 5G. Hasil riset menunjukkan penggunaan gelombang radio 60GHz dengan power 50W/m2 hanya meningkatkan temperatur kulit sebanyak 0,8 derajat celcius atau di bawah batas aman (1 derajat Celcius).
Padahal, power yang digunakan adalah 50W/m2, sedangkan pemancar 5G memancarkan gelombang radio dengan power jauh di bawah itu.
Pendek kata, belum ada konsensus efek penggunaan milimeter wave bagi tubuh. Tak heran jika kini muncul tarik-menarik kepentingan. Pihak industri ingin segera menggulirkan teknologi 5G agar peluang bisnis kian terbuka, sementara ilmuwan ingin teknologi 5G ditangguhkan dulu sampai ada penelitian lebih lanjut.
Penulis | : | Wisnu Nugroho |
Editor | : | Wisnu Nugroho |
KOMENTAR