Kehidupan saat ini boleh dibilang tak lepas dari fungsi GPS (Global Positioning System). Setiap kali mencari jalan dengan Maps atau memesan ojek online lewat Go-Jek, kita pada dasarnya memanfaatkan fungsi GPS.
Akan tetapi, mungkin banyak yang tidak tahu jika GPS sebenarnya adalah sistem milik Pemerintah AS. Sistem GPS ini dibangun pada tahun 1973 dan awalnya ditujukan untuk keperluan militer. Baru pada tahun 1980, masyarakat umum bisa menggunakan fasilitas ini.
Meski bebas digunakan, kendali sistem GPS ini tetap Pemerintah AS, dalam hal ini Angkatan Udara-nya. Sebagai pemilik, AS bisa membatasi akses GPS ke pihak tertentu, seperti yang terjadi pada pasukan India terjadi Kargil War di tahun 1999. Kala itu, pasukan India kesulitan mengakses GPS karena AS berpihak kepada Pakistan yang menjadi sekutu mereka.
Sebenarnya, beberapa negara mencoba mengembangkan sistem navigasi alternatif untuk menyaingi GPS. Contohnya Rusia yang membangun GLONASS (Global Navigation Satellite System) atau Eropa yang memiliki Galileo. Namun sampai saat ini, belum ada yang mampu menyaingi jangkauan dan popularitas GPS.
Perlu diingat, membangun sistem navigasi itu tidaklah murah. Negara pembuat harus mengirim satelit yang menjangkau seluruh dunia. Setelah itu, mereka juga harus menyakinkan pemilik teknologi untuk membuat alat penerima (receiver) yang mendukung sistem satelit tersebut.
Investasi Miliaran Dollar
Akan tetapi, tingkat kesulitan yang tinggi tersebut tidak menyurutkan langkah China untuk membuat sistem navigasi sendiri. Pemerintah China menyiapkan dana US$9 miliar atau sekitar Rp.130 triliun untuk membangun sistem navigasi yang disebut BeiDou ini.
Sebenarnya, ide tentang BeiDou (atau juga biasa disebut Compass) sudah digulirkan sejak tahun 2000. Namun pembangunan BeiDou belakangan ini kian kencang, seiring mimpi Presiden China, Xi Jinping, untuk membuat China terdepan di bidang teknologi. Tahun ini, sudah ada 18 satelit yang diluncurkan. Dalam dua tahun ke depan, akan diluncurkan 11 satelit lagi sehingga di tahun 2020 akan ada lebih dari 50 satelit pendukung sistem BeiDou.
Saat ini sistem BeiDou sebenarnya sudah bisa digunakan, namun terbatas di China dan sekitarnya (tidak termasuk Indonesia). Baru pada tahun 2020 nanti, Beidou akan tersedia untuk seluruh dunia. Tidak cuma menggantikan, BeiDou ini diklaim akan lebih presisi dibanding GPS. BeiDou dapat mendeteksi lokasi sampai radius 1 meter, berbanding GPS yang sekitar 2,2 meter.
Sebagai salah satu negara dengan ekonomi terbesar di dunia, China pun memiliki kekuatan untuk “memaksa” industri mengadopsi BeiDou ini. Produsen smartphone berpengaruh seperti Samsung, Huawei, dan Xiaomi sudah mendukung sistem ini. Produsen mobil terbesar di China, Volkswagen, juga telah menyatakan akan mendukung sistem BeiDou ini di mobil generasi terbaru.
Sedangkan Rockwell Collins, supplier sistem navigasi untuk Airbus dan Boeing, mengaku belum memiliki perangkat yang mendukung BeiDou. Namun sikap ini mungkin akan berubah jika Pemerintah China mewajibkan seluruh penerbangan dari dan ke China menggunakan BeiDou (sebagai gambaran, jumlah penumpang pesawat udara di China pada tahun 2017 mencapai 551 juta penumpang).
BeiDou memang terdengar ambisius, namun cukup wajar jika China mengejar mimpi menguasai sistem navigasi dunia. Mereka memiliki teknologi, dana, dan keahlian untuk mewujudkan mimpi tersebut. Alasan China semakin kuat mengingat mereka saat ini terlibat perang dagang yang pelik dengan AS.
Jadi, siap-siap menggunakan kata “BeiDou” dan bukan GPS lagi.
Penulis | : | Wisnu Nugroho |
Editor | : | Wisnu Nugroho |
KOMENTAR