Grafik adopsi cloud computing (komputasi awan) diprediksi para ahli akan terus bergerak naik. Tansformasi digital di berbagai sektor bisnis dan industri menjadi akseleratornya. Bagaimana tren komputasi awan di tahun 2019 ini?
Setelah melalui perjalanan yang cukup panjang, para ekeskutif di industri dan perusahaan dalam berbagai skala telah merasakan manfaat nyata komputasi awan bagi bisnis: kemudahan deployment, skalabilitas, fleksibilitas, dan penghematan biaya.
Sementara itu di “dapur TI” sendiri, para CIO memandang cloud computing sebagai elemen kritis karena TI dituntut mampu menyajikan solusi TI yang sesuai harapan pelanggan, mitra, dan karyawan perusahaan. Bukan hanya tawaran efisiensi biaya yang membuat komputasi menjadi arsenal andalan para CIO. Organisasi membutuhkan cloud untuk meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaan.
Dan komputasi awan pun memperoleh momentumnya seiring datangnya era transformasi digital menuju masyarakat dan bisnis yang didukung oleh data (data-driven).
Pertumbuhan adopsi cloud computing juga tergambar dari nilai pasarnya yang diprediksi Gartner, Forrester, maupun IDC akan terus meningkat. Gartner maupun Forrester memroyeksikan pasar cloud akan mencapai sekitar US$200 miliar, atau meningkat sekitar 17-20 persen dari tahun lalu. Sementara IDC memprediksi enam puluh persen dari seluruh pengeluaran untuk infrastruktur TI dan 60-70 persen pengeluaran untuk software, layanan, dan teknologi di tahun 2020 akan berbasis cloud.
Dengan berbagai prediksi positif tersebut, tentu menarik untuk mengetahui tren cloud computing global karena bisa menjadi bekal pertimbangan bagi perusahaan yang ingin memulai perjalanannya ke awan tahun ini. Inilah beberapa di antaranya.
Momentum Hybrid Cloud
AWS meluncurkan Outpost bulan November lalu. Compute dan storage rack ini datang dengan aneka layanan software AWS sehingga pelanggan dapat menikmati layanan a la cloud AWS di lingkungan on-premises.
Sebulan sebelumnya, IBM merogoh kocek US$33 miliar untuk mengakuisisi Red Hat. Langkah ini diyakini CEO IBM, Ginni Rometty, akan menjadikan IBM sebagai penyedia layanan hybrid cloud nomor satu di dunia. Langkah yang diambil dua raksasa teknologi itu mengindikasikan bahwa tahun ini pasar cenderung bergerak ke arah hybrid cloud yang sudah lebih dulu diramaikan oleh Microsoft Azure dan Oracle.
Mengapa hybrid? Memindahkan semua ke public cloud sehingga perusahaan terbebas dari urusan mengelola infrastruktur dan sistem memang terlihat menarik. Namun public cloud bukan satu solusi untuk semua. Transisi sepenuhnya ke cloud juga akan sangat menantang, terutama bagi perusahaan yang memiliki kebutuhan spesifik.
Dengan model hybrid cloud, perusahaan dapat mempertahankan infrastruktur on-premises yang sudah ada dan mengombinasikannya dengan layanan public dan private cloud. Cara ini memungkinkan perusahaan bertransisi ke komputasi awan dengan kecepatan yang mereka miliki, lebih sedikit risiko, tetap fleksibel dan efisien.
Pertumbuhan Tertinggi IaaS
Penulis | : | Liana Threestayanti |
Editor | : | Liana Threestayanti |
KOMENTAR