Sejak 2016 lalu, Qualcomm sudah meyatakan minatnya meminang pabrikan chip NXP. Namun, regulator pasar di Tiongkok tak kunjung memberikan restu hingga selepas tenggat akhir pekan ini.
Rencana akuisisi senilai 44 miliar dollar AS itu akhirnya dibatalkan oleh Qualcomm. Sesuai dengan perjanjian sebelumnya, Qualcomm pun terancam harus membayar denda termination fee sebesar 2 miliar dollar AS atau sekitar Rp 29 triliun.
Baik Qualcomm maupun NXP sama-sama pemain besar di industri chip. Karena itu rencana akuisisi keduanya mesti memperoleh persetujuan dulu oleh regulator pasar di masing-masing wilayah pasar, untuk memastikan tak terjadi semacam monopoli yang merugikan konsumen.
Regulator Uni Eropa sempat menunjukkan kekhawatiran, namun kemudian memberikan restu. China pada Juni lalu menyatakan siap bersetuju, tapi restu tak kunjung datang.
Muncul dugaan bahwa Qualcomm dalam hal ini menjadi korban perang dagang antara China dan Amerika Serikat yang dikobarkan oleh Presiden AS Donald Trump.
Mei lalu, Negeri Paman Sam resmi mengenakan tarif tambahan untuk sejumlah produk yang diimpor dari China, termasuk kategori perangkat-perangkat teknologi.
“Jelas kami terperangkap dalam sesuatu yang berada di atas kami,” komentar Chief Executive Qualcomm, Steve Mollenkopf, beberapa jam menjelang deadline persetujuan akuisisi dari China sebagaimana dirangum Reuters.
Bukan kali ini saja Qualcomm terjegal oleh kebijakan pemerintah AS. Beberapa waktu lalu pinangan dari Broadcom atas Qualcomm senilai ribuan triliun rupiah juga dimentahkan secara langsung oleh perintah dari Trump.
Qualcomm belakangan didera sejumlah masalah. Pekan ini juga, Qualcomm mengumumkan Apple tak bakal lagi menggunakan chip modem buatannya di iPhone, menyusul sengketa royalti antar kedua perusahaan.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Qualcomm Didenda Rp 29 Triliun Karena Gagal Dapat Restu China".
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Adam Rizal |
KOMENTAR