Dewan direksi Facebook telah meminta Mark Zuckerberg (CEO Facebook) untuk mundur dari jabatannya sebagai Chairman Facebook, menyusul badai skandal kebocoran data dan konten hoax yang menimpa Facebook.
Bahkan, New York Times mengungkapkan bagaimana Facebook menyewa public relation untuk menjelekkan pesaing untuk isu kebocoran data Cambridge Analytica.
Kemudian, Chief Operating Officer Facebook Sheryl Sandberg juga tidak serius menangani kasus campur tangan Rusia di pemilu presiden Amerika Serikat tahun 2016.
Permasalahan membuat kapasitas Zuckerberg yang merangkap jabatan CEO dan Chairman Facebook dipertanyakan dan disarankan untuk melepas jabatan Chairman.
Namun, Zuckerberg menegaskan tidak akan mengundurkan diri dari posisi Chairman Facebook dan tidak akan memecat tangan kanannya Sandberg.
"Saya pikir ini tidak masuk akal," kata Zuckerberg ketika ditanyakan apakah akan meletakan jabatannya sebagai chairman seperti dikutip CNBC.
Zuckerberg pun menepis tuduhan hubungannya dengan Sandberg sedang memanas dan menegaskan bahwa Sandberg adalah bagian penting dari perusahaan.
"Sheryl adalah bagian yang sangat penting dari perusahaan ini dan memimpin sangat banyak hal, soal isu-isu besar yang kami miliki. Sheryl adalah mitra penting bagiku selama 10 tahun," ucapnya.
"Saya sungguh bangga dengan pekerjaan yang kami lakukan bersama-sama dan saya berharap kami bisa bekerja sama sampai dekade-dekade mendatang," tegasnya.
Status Perang
Zuckerberg mendeklarasikan status perang di dalam perusahaannya, menyusul berbagai skandal dan masalah yang menimpa perusahaannya.
Wall Street Journal pun melaporkan Zuckerberg mengumpulkan sekitar 50 pejabat tinggi Facebook dan memberitahu mereka bahwa Facebook dalam kondisi perang.