Erajaya juga mengatakan peredaran ponsel black market sangat merugikan distributor resmi. Meski tidak disebutkan berapa persen taksiran kerugiannya, namun Koko mengatakan bahwa porsi yang seharusnya dimiliki distributor resmi, digerus oleh ponsel ilegal.
Padahal, menurut Koko, distributor resmi seperti Erajaya sudah maksimal dalam menyesuaikan produk yang dijual, sesuai dengan peraturan pemerintah.
"Kami sudah melakukan investasi besar-besaran untuk penetrasi di kota ketiga di Indonesia. Kami menyiapkan infrastruktur dengan sungguh-sungguh, membuka jalur distribusi dan retail sedemikian rupa, kami memperkerjakan 8.500 karyawan, " klaim Koko.
Dalam investasi infrastruktur, Koko menyebut bahwa tahun ini Erajaya menganggarkan capital expenditure sekitar 300 miliar rupiah yang digunakan untuk membuka toko, gudang dan lain-lain.
CEO Erajaya Group, Hasan Aula juga mengatakan hal senada. Menurut Hasan, ada beberapa brand tertentu yang beredar ilegal dan memengaruhi penjualan Erajaya, lanjut dia, selama ini telah melakukan beberapa upaya untuk menekan peredaran ponsel black market.
"Kami bekerja sama dengan pemerintah, memberikan informasi ke bea cukai, kami juga dapat dukungan yang baik dari bea cukai," pungkasnya.
Mekanisme pemblokiran perangkat BM lewat IMEI saat ini masih digodok oleh pihak pemerintah dengan melibatkan sejumlah pihak, termasuk Qualcomm selaku pabrikan chip gadget, operator seluler, hingga Badan Perlindungan Konsumen Nasional.
Rencananya, sistem pemblokiran IMEI tersebut akan mulai diimplementasikan pada 2019 mendatang.