Dengan pertumbuhan adopsi cloud, layanan dan solusi cloud, baik itu SaaS, Paas, maupun IaaS, juga dipastikan akan terus tumbuh. Menurut Bain & Company, SaaS akan tumbuh dengan CAGR 18 persen sampai dengan 2020. Sedangakan investasi pada PaaS akan tumbuh dari 32 persen (2016) menjadi 56 persen tahun ini menurut data dari KPMG. Dan IaaS akan menjadi segmen cloud dengan pertumbuhan tertinggi. Gartner memperkirakan pasar IaaS akan mencapai US$72,4 miliar pada tahun 2020.
Keamanan dan GDPR
Sejak awal perkembangannya, cloud computing tak pernah jauh dari isu keamanan. Meskipun kini organisasi sudah lebih menaruh kepercayaan pada komputasi awan, keamanan masih akan terus menjadi isu penting. Hal itu seiring pertumbuhan adopsi cloud dan ancaman keamanan siber juga terus meningkat dan terus menghantui.
Menurut laporan Logic Monitor, Cloud Vision 2020: The Future of The Cloud Study, 83 persen dari enterprise workload akan berada di cloud. Empat puluh satu persen dari workload tersebut akan berada di platform public cloud dan 22 persen lainnya di platform hybrid.
Selain itu, dengan adanya aturan General Data Protection Regulation (GDPR), tahun ini perusahaan akan menghadapi tantangan untuk memastikan data yang tersimpan di cloud telah sesuai dengan persyaratan GDPR. Sebuah survei yang digelar oleh Commvault memperlihatkan bahwa baru dua belas persen dari 177 organisasi TI yang memahami bagaimana GDPR akan memengaruhi layanan cloud. Hasil survei ini mengindikasikan perusahaan pengguna cloud akan lebih rentan terdampak oleh GDPR.
Momentum Serverless
Memungkinkan kita membangun dan menjalankan aplikasi atau situs web tanpa harus memikirkan tentang bagaiman cara mengoperasikan server, teknologi serverless diprediksi akan meraih momentum tahun ini.
Namun yang menarik diamati di tahun 2019 ini adalah bagaimana model dan terminologi serverless akan diterima oleh industri. Google dan Microsoft Azure menawarkan layanan cloud, maka implementasi serverless tentunya tidak mustahil. Namun kedua vendor ini belum akan sepenuhnya menerapkan serverless pada arsitektur cloudnya.
Sementara di ajang AWS re:Invent 2018 bulan November lalu, CTO Amazon, Werner Vogels memfokuskan presentasinya pada topik serverless computing. AWS juga mengumumkan ketersediaan sejumlah teknologi baru yang akan mendorong para pengembang memanfaatkan serverless, yaitu Firecracker (VM monitor untuk meluncurkan microVM), dukungan Ruby untuk Lambda, dan toolkit untuk beberapa Integrated Development Environment (IDE) yang populer.
Sampai dengan tahun 2020, Gartner memperkirakan lebih dari dua puluh persen dari organisasi global akan mengimplementasikan teknologi serverless computing, atau meningkat lima persen dari tahun lalu.
Google Cloud Akan Jadi Tiga Besar
Ada gula ada semut. Akselerasi adopsi cloud akan memancing lebih banyak “semut” berkerumun di sekitar bisnis layanan cloud. Microsoft dan AWS sepertinya harus siap berbagi kue pasar dengan kehadiran para kuda hitam. Salah satunya adalah Google Cloud.
Mengangkat Thomas Kurian sebagai CEO baru Google Cloud, Google memiliki peluang sangat besar untuk menjadi tiga besar di jajaran penyedia layanan cloud. Berpengalaman selama 22 tahun di bisnis enterprise software dan cloud, Thomas Kurian diyakini Google mampu mengangkat citra Google Cloud sebagai vendor cloud enterprise dan meraih kepercayaan pelanggan di segmen ini.
“Pelanggan enterprise membutuhkan layanan yang berbeda, dan Google tidak mampu memberikan itu sampai sekarang,” ujar Ray Wang, Founder dan Principal Analyst Constellation Research, seperti dikutip dari ComputerWorldUK.com. Menurut Ray, Google Cloud sebenarnya sudah memiliki sumber daya yang memadai, hanya saja pemimpin sebelumnya tidak mengalokasikannya dengan tepat. Ray Wang menyarankan Thomas Kurian mendengarkan apa kata mitra dan pelanggan.
Stephen Fabel, Director Product Management Canonical, mengatakan secara umum nantinya pembagian pangsa pasar cloud adalah Google akan fokus pada AI credential, Microsoft mengangkat kapabilitas migrasi workload, dan Amazon akan mendorong cloud ke segmen sektor publik.