Di sebuah pagi yang sejuk di area Cisarua, Bandung, dua anak muda tampak sibuk memanen tanaman paprika. Sehabis panen, keduanya pun langsung meluncur ke Pasar Caringin, Bandung, untuk menyaksikan proses grading alias penentuan kualitas paprika.
Dua anak muda tersebut adalah M. Fahri Riadi dan Nugroho Hari Wibowo, CEO dan CTO sebuah startup bernama BIOPS Agrotekno. Startup ini memiliki solusi irigasi pintar yang disebut Encomotion. “Encomotion pada dasarnya adalah sistem irigasi pintar yang dapat mengatur penyiraman tanaman sesuai kondisi lingkungan sekitar” ungkap Bowo. Dengan begitu, tanaman akan mendapatkan asupan air sesuai kebutuhan sehingga pertumbuhannya pun lebih optimal.
Konsep kerja Encomotion kurang lebih seperti ini. Ada sebuah sensor yang dipasang untuk menghitung kondisi udara di area green house, seperti suhu, kelembaban udara, dan intensitas cahaya. Informasi itu kemudian dikirim ke sistem Encomotion di cloud, yang dilengkapi algoritma perhitungan kebutuhan air berdasarkan kondisi cuaca. “Algoritma ini disusun berdasarkan evapotranspirasi (kadar penguapan tanaman, Red.)” ungkap Fahri yang merupakan lulusan Biologi ITB.
Data hasil perhitungan ini kemudian dikirim ke sistem pengontrol penyiraman air yang ada di lahan pertanian. Pengontrol air ini kemudian akan mengalirkan air ke tanaman sesuai perhitungan tadi menggunakan sistem tetes (drip).
Karena irigasi dilakukan secara presisi, produktivitas pun jadi meningkat. “Menurut perhitungan kami, kenaikan hasil panen mencapai 40%” ungkap Bowo yang merupakan lulusan Teknik Fisika ITB. Hasil positif bukan cuma di hasil panen, namun juga efisiensi air. Pasalnya, sistem pengairan Encomotion ini menggunakan irigasi tetes dan air seperlunya. Irigasi yang presisi juga membuat tinggi tanaman dan waktu berbunga lebih seragam.
Manfaat yang tak kalah penting adalah produktivitas petani yang meningkat karena tak lagi harus melakukan aktivitas penyiraman tanaman. “Jadi mereka bisa fokus ke perawatan tanaman” tambah Bowo.
Encomotion sendiri bisa diterapkan di berbagai jenis tanaman, hanya dengan mengganti algoritma sesuai jenis tanaman. “Sebelum paprika, Encomotion pernah kami coba di pertanian kentang, cabai, dan tomat ceri” cerita Fahri yang baru berusia 26 tahun ini. Namun pemilihan tanaman ini belakangan kian selektif. “Karena kami mencari tanaman yang memiliki nilai ekonomi tinggi” cerita Bowo. Dengan begitu, kenaikan hasil panen lebih terasa bagi petani, sehingga manfaat Encomotion juga akan lebih terlihat.
BIOPS Agrotekno kini juga telah memiliki beberapa model bisnis. Pada awal berdiri di tahun 2017, mereka hanya menjual putus solusi Encomotion dengan kisaran harga Rp.4,5-7,5 juta. Namun di perkebunan paprika ini, mereka menggunakan sistem bagi hasil. Dalam satu greenhouse, separuh area menggunakan sistem pengairan Encomotion, separuhnya lagi manual. Hasil panen dari dua area ini kemudian dibandingkan untuk menghitung kenaikan hasil panen berkat Encomotion. “Dari kenaikan hasil panen itu, hasilnya dibagi dua” cerita Fahri.
Encomotion adalah salah satu contoh pendekatan precision farming alias sistem pertanian yang berbasis data. Selain Encomotion, ada beberapa startup yang juga melakukan precision farming, seperti Neurafarm atau HARA.
(Ki-ka) M. Fahri Riadi (CEO) dan Nugroho Hari Wibowo (CTO) BIOPS Agrotekno