Sejak dirilis pada 2004, Facebook menjadi jejaring sosial paling populer selama bertahun-tahun. Tapi, popularitas itu akhirnya digeser oleh anak perusahaannya, WhatsApp.
Firma riset App Annie mencatat, pada akhir September 2018 lalu jumlah pengguna aktif bulanan (monthly active user/MAU) WhatsApp sudah melampaui Facebook.
Dalam 24 bulan terhitung mulai Januari 2017, pertumbuhan pengguna WhatsApp mencapai 30 persen, sementara Facebook hanya 20 persen.
App Annie tidak menyebut angka spesifik berapa jumlah pengguna aktif bulanan kedua aplikasi, namun pada Januari 2018 lalu, CEO Facebook Mark Zuckerberg pernah mengklaim bahwa pengguna aktif bulanan WhatsApp tercatat hampir 1,5 miliar.
Grafik menunjukan pertumbuhan pengguna aktif bulanan WhatsApp yang melampaui Facebook dalam 24 bulan seperti dilansir The Next Web.
Rata-rata pengguna WhatsApp berasal dari penduduk negara berkembang. Paling besar adalah India, diikuti Brasil, Meksiko, Turki, Indonesia, Malaysia, dan Rusia. Namun, tidak disebutkan jumlah pengguna WhatsApp di masing-masing negara.
Meskipun banyak kontroversi penggunaan WhatsApp di India dan Brasil karena dituduh menjadi biang keladi tersebarnya hoaks, hal itu tak menyurutkan pertumbuhan WhatsApp di negara tersebut.
Menanggapi keributan peredaran hoaks, WhatsApp pun merilis beberapa fitur untuk meminimalisir. Salah satunya membatasi jumlah pesan diteruskan (forward) per hari yang kini maksimlal hanya bisa mengirim ke lima kontak sekaligus, dari semula 250 kontak.
Khusus di India, WhatsApp juga mencopot tombol pintas "shortcut forward" yang biasanya ada di samping konten media. Kembali ke popularitas WhatsApp yang ternyata tak hanya di negara berkembang saja.
Menurut App Annie, WhatsApp juga menjadi menjadi aplikasi media sosial terpopuler di negara maju, seperti Inggris dan Kanada yang terkenal ketat dalam urusan aturan privasi.
Salah satu alasan mengapa WhatsApp populer di kedua negara tersebut adalah karena kemudahan dan sistem enkripsi end-to-end yang ditawarkan.
Sementara di negara berkembang, kesuksesan WhatsApp diperoleh karena menawarkan layanan gratis sehingga menggantikan peran kirim pesan konvensional melalui SMS.
"Walaupun proposisi nilai mereka diperluas, penawaran intinya telah membuahkan kesuksesan di pasar negara berkembang karena biaya penggunaan perangkat seluler relatif masih lebih tinggi dibanding pendapatan rata-rata," tulis App Annie.
Di balik kesuksesannya, WhatsApp menyimpan beberapa masalah besar. Selain dituduh menjadi penyebab penyebaran hoaks, sejak tahun 2017 lalu dua pendiri WhatsApp, yakni Jan Koum dan Brian Acton, angkat kaki dari perusahaan yang dirintisnya.
Hengkangnya dua pendiri itu disebut karena perbedaan visi dengan sang bos besar Facebook, Mark Zuckerberg.
Setelah keduanya pergi, banyak beredar rumor bahwa WhatsApp kemungkinan akan diselipi iklan melalui fitur WhatsApp Status.