Contohnya saat Pemilu India akan digelar, Facebook lebih memperketat aturan iklan, terutama yang berbau politik.
Facebook mengumumkan fitur "online search ad library" yang mewajibkan para pengiklan untuk mengungkap identitas dan lokasi mereka sebagai syarat verifikasi.
Bulan Januari, Facebook kembali mengumumkan penghapusan ratusan akun yang terhubung ke Iran dan Rusia yang menyebarkan informasi palsu.
Bulan lalu, Facebook juga menghapus laman dan akun yang terlibat "coordinated inauthentic behavior" atau laman serta akun yang disinyalir berperilaku tidak wajar dan tidak otentik yang terkoordinasi.
Akun dan laman tersebut menargetkan orang-orang di Moldova menjelang pemilu digelar. Tak hanya Facebook, Instagram juga menjadi sarang akun palsu demi kepentingan marketing.
November lalu, Instagram sesumbar telah menutup akun-akun yang menggunakan aplikasi pihak ketiga untuk meningkatkan popularitas dengan likes dan pengikut palsu.
"Perilaku tidak otentik tidak punya tempat di platform kami. Itu mengapa kami mengupayakan sumber daya semaksimal mungkin untuk mendeteksi dan menghentikan perilaku ini, termasuk menon-aktifkan jutaan akun palsu tiap harinya," ujar Grewal.
"Gugatan hari ini adalah satu langkah lagi dalam upaya lanjutan kami dalam melindungi orang-orang di Facebook dan Instagram," imbuhnya.