Find Us On Social Media :

6 Sorotan Utama dari Laporan Symantec Tentang Serangan Siber di 2018

By Rafki Fachrizal, Kamis, 7 Maret 2019 | 17:35 WIB

Cyber attack or computer crime hacking password on a dark background.

Perusahaan Symantec telah merilis laporan terbarunya yang bertajuk Internet Security Threat Report (ISTR) Volume 24, yang memberikan tinjauan tentang lanskap ancaman, termasuk wawasan tentang aktivitas ancaman global, tren kejahatan dunia maya, dan motivasi para pelaku serangan siber.

Laporan ini menganalisis data dari Global Intelligence Network dari Symantec, suatu jaringan intelijen ancaman sipil terbesar di dunia, yang merekam peristiwa dari 123 juta sensor serangan di seluruh dunia, memblokir 142 juta ancaman setiap hari dan memantau kegiatan ancaman di lebih dari 157 negara. Sorotan utama dari laporan tahun ini meliputi:

1. Formjacking, Skema Cepat Kaya bagi Penjahat Dunia Maya

Serangan formjacking sangat sederhana, pada dasarnya seperti skimming ATM virtual, di mana penjahat siber menyuntikkan kode berbahaya ke situs web toko ritel untuk mencuri detail kartu pembayaran pembeli.

Rata-rata, lebih dari 4.800 situs web unik diinfeksi dengan kode formjacking setiap bulannya. Symantec berhasil memblokir lebih dari 3,7 juta serangan formjacking pada endpoint di tahun 2018, dengan hampir sepertiga dari semua deteksi terjadi selama periode belanja online yang teramai tahun di tahun 2018, yaitu bulan November dan Desember.

Baca Juga : Formjacking, Metode Baru Para Penjahat Siber untuk Hasilkan Uang

2. Penurunan Keuntungan dari Serangan Cryptojacking dan Ransomware

Untuk pertama kalinya sejak tahun 2013, infeksi ransomware menurun hingga 20 persen. Namun, perusahaan tidak boleh lengah karena infeksi ransomware perusahaan tetap melonjak sebesar 12 persen di tahun 2018, yang berlawanan dengan tren penurunan secara menyeluruh dan menunjukkan ancaman ransomware yang berkelanjutan bagi perusahaan.

Meskipun aktivitas cryptojacking memuncak awal tahun lalu, aktivitas ini menurun sebesar 52 persen sepanjang tahun 2018. Namun, bahkan dengan menurunnya nilai cryptocurrency hingga 90 persen yang secara signifikan mengurangi profitabilitas, cryptojacking tetap memiliki daya tarik bagi para penyerang karena penghalang masuk yang rendah, overhead yang minimal, dan anonimitas yang ditawarkannya. Symantec memblokir 3,5 juta serangan cryptojacking pada endpoint di bulan Desember 2018 saja.

3. Dalam Hal Keamanan, Cloud adalah PC yang Baru

Kesalahan keamanan yang sama yang dibuat pada PC selama adopsi awal mereka oleh perusahaan enterprise kini terjadi di cloud. Satu beban kerja atau penyimpanan cloud yang salah dikonfigurasi dapat merugikan perusahaan hingga jutaan dolar atau membuat perusahaan dihadapkan dengan isu kepatuhan.

Di tahun lalu saja, lebih dari 70 juta data dicuri atau bocor dari penyimpanan S3 yang dikonfigurasi dengan buruk. Terdapat juga banyak tool yang mudah diakses yang memungkinkan penyerang untuk mengidentifikasi sumber daya cloud yang salah konfigurasi di internet.

Penemuan baru-baru ini tentang kerentanan chip hardware, termasuk Meltdown, Specter, dan Foreshadow juga membuat layanan cloud berisiko tereksploitasi untuk mendapatkan akses ke ruang memori yang dilindungi dari sumber daya perusahaan lain yang di-hosting di server fisik yang sama.

Baca Juga : Bocor! Fitur-fitur Terbaru Ponsel Xiaomi dan yang Lagi Dikembangkan

4. Tool-tool Living off the Land dan Kelemahan Rantai Pasokan

Serangan rantai pasokan dan living off the land (LotL) kini menjadi hal yang lumrah dalam lanskap ancaman modern, yang secara luas diadopsi oleh penjahat cyber dan kelompok-kelompok penyerang tertarget. Faktanya, serangan rantai pasokan meningkat 78 persen di tahun 2018. 

Teknik LotL memungkinkan penyerang untuk menyembunyikan identitas dan aktivitas mereka dalam banyak transaksi-transaksi legal. Misalnya, penggunaan skrip PowerShell berbahaya meningkat 1.000 persen tahun lalu.

Meskipun Symantec memblokir 115.000 skrip PowerShell berbahaya setiap bulannya, hal ini sebenarnya hanya berjumlah kurang dari 1 persen dari keseluruhan penggunaan PowerShell.

Pendekatan sledgehammer untuk memblokir semua aktivitas PowerShell akan menghambat perusahaan yang semakin menunjukkan mengapa teknik LotL telah menjadi taktik yang disukai oleh banyak kelompok penyerang tertarget.

5. Internet of Things Menjadi Target Penjahat Siber

Walaupun volume serangan Internet of Things (IoT) tetap tinggi dan konsisten dengan yang terjadi di tahun 2017, profil serangan IoT berubah secara dramatis. Meskipun router dan kamera terhubung memiliki persentase terbesar dari perangkat yang terinfeksi (90 persen), hampir setiap perangkat IoT terbukti rentan, mulai dari bohlam cerdas hingga voice assistant yang menciptakan titik-titik masuk tambahan bagi penyerang.

Kelompok penyerang yang tertarget semakin berfokus pada IoT sebagai titik masuk utama. Munculnya malware router VPNFilter menggambarkan evolusi dalam ancaman IoT tradisional.

Diciptakan oleh pelaku ancaman yang terampil dan memiliki banyak sumber daya, malware ini memungkinkan penciptanya untuk menghancurkan atau menghapus perangkat, mencuri kredensial dan data, serta menghadang komunikasi SCADA.

Baca Juga : Inilah Lima Area Dalam Perusahaan Yang Dapat Diotomatisasi Solusi ERP

6. Tumbuhnya Kesadaran akan Privasi Secara Besar-Besaran

Dengan terjadinya skandal data Cambridge Analytica dan dengar pendapat privasi data Facebook yang terjadi baru-baru ini, serta penerapan General Data Privacy Regulation (GDPR), dan terkuaknya rahasia tentang pelacakan lokasi aplikasi dan bug privasi pada aplikasi-aplikasi yang banyak digunakan seperti fitur FaceTime dari Apple, privasi konsumen telah menjadi sorotan pada tahun lalu. 

Ponsel pintar bisa jadi merupakan perangkat mata-mata terhebat yang pernah dibuat, di mana sebuah kamera, alat pendengar dan pelacak lokasi semuanya tersedia dalam satu perangkat yang selalu dibawa dan digunakan oleh pemiliknya ke mana pun ia pergi.

Meskipun sudah ditargetkan oleh banyak negara sebagai perangkat mata-mata tradisional, ponsel pintar juga menjadi sarana yang menguntungkan untuk mengumpulkan informasi pribadi konsumen, yang menjadikan para pengembang aplikasi mobile sebagai pelanggar utama.

Menurut penelitian Symantec, 45 persen aplikasi Android paling populer dan 25 persen aplikasi iOS paling populer meminta pelacakan lokasi, 46 persen aplikasi Android populer dan 24 persen aplikasi iOS populer meminta izin untuk mengakses kamera perangkat Anda, dan alamat email dibagikan di antara 44 persen aplikasi Android teratas dan 48 persen aplikasi iOS paling populer.