Find Us On Social Media :

Fakta Menarik di Balik Tim DevOps Organisasi atau Perusahaan

By Rafki Fachrizal, Minggu, 24 Maret 2019 | 12:39 WIB

kredit: GetApp

Perusahaan OverOps telah merilis laporan terbarunya yaitu “Dev vs. Ops: The State of Accountability”. Dalam laporan tersebut, diungkapkan bahwa penerapan alur kerja tim DevOps dan akuntabilitas yang bersamaan memicu kekacauan dan kebingungan bagi tim ketika harus berhadapan dengan keandalan aplikasi dan waktu henti (downtime). Melihat itu, dirilisnya laporan ini diharapkan bisa menjadi gambaran dan masukan bagi tim DevOps maupun profesional TI yang ada di organisasi/perusahaan.

Berikut adalah beberapa fakta menarik dari hasil laporan yang berjudul “Dev vs. Ops: The State of Accountability” tersebut. (Sumber: OverOps)

Tentang Responden

Laporan ini didasarkan pada survei yang melibatkan 2.419 profesional TI mulai dari developer dan Quality Assurance (QA) hingga insinyur DevOps dan SRE (Site Reliability Engineering) dari seluruh dunia. Responden mewakili berbagai jenis organisasi/perusahaan mulai dari startup hingga perusahaan berskala besar dengan lebih dari 1.000 karyawan. Selain itu, responden juga berasal dari industri yang beragam seperti teknologi, keuangan, kesehatan, telekomunikasi, manufaktur, dan lain sebagainya.

  1. Tingkat Adopsi DevOps Masih Kecil

Mayoritas responden mengatakan bahwa DevOps ada di peta jalan organisasi/perusahaan mereka. Namun, lebih dari 82% responden mengaku hanya mengadopsi  sebagian praktik DevOps (atau tidak sama sekali), sementara 17,8% responden lain mengklaim telah mengadopsi DevOps sepenuhnya.

  1. Perilisan yang Terlalu Cepat Pengaruhi Kualitas Kode

Menurut survei, lebih dari 90% responden menyebarkan kode setidaknya sekali dalam sebulan, dan lebih dari 60% menyebarkan kode setidaknya sekali dalam seminggu. Lalu, 43,8% dari total responden juga mencatat bahwa mereka menyejajarkan kode atau merilis fitur baru dalam waktu yang cepat. Berdasarkan itu, 38,2% dari semua responden menunjukkan bahwa tenggat waktu perilisan yang terlalu cepat sebenarnya menjadi alasan utama terjadinya eror dalam produksi kode yang berdampak pada kualitas kode ketika pembaharuan perangkat lunak atau layanan.

  1. Proses Otomatis atau Manual?

Sebanyak 23,4% responden setuju bahwa tim DevOps mereka menggunakan pengujian otomatis untuk memastikan kualitas kode. Selain itu, 35,6% responden lainnya mengungkapkan bahwa mereka menggunakan proses manual secara eksklusif. Tidak hanya itu, bahkan secara mengejutkan 52,2% responden lainnya bergantung pada pelanggan untuk memberi tahu mereka mengenai kesalahan yang ditemukan.

  1. Mengukur Efektivitas di Dalam Tim DevOps

Lebih dari setengah jumlah responden menunjukkan bahwa produktivitas (57,7%) dan kualitas kode (59,9%) adalah dua acuan untuk mengukur efektivitas tim mereka. Ketika mengukur keberhasilan individu di dalam tim, 55,8% responden mengungkapkan bahwa uptime layanan adalah hal nomor satu untuk dievaluasi.

  1. Waktu yang Dihabiskan untuk Mengatasi Troubleshooting

Menurut survei, lebih dari 25,8% responden menghabiskan lebih dari 20% waktu mereka untuk memecahkan masalah pada kode (ini setara dengan kira-kira satu hari kerja penuh per minggu atau lebih). Selanjutnya, 42% responden lain menghabiskan kira-kira 10-20% waktu mereka (antara setengah dan satu hari penuh kerja per minggu). Ini menunjukkan bahwa waktu yang sebenarnya bisa digunakan untuk mengembangkan fitur-fitur baru berakhir terbuang untuk memperbaiki kode yang bermasalah.

  1. Siapa yang Harusnya Bertanggung Jawab?

Tanggung jawab bersama untuk menghasilkan perangkat lunak yang andal adalah ciri khas dari DevOps. Menurut survei, 66,9% responden menyalahkan seluruh tim mereka ketika aplikasi mengalami permasalahan. Selain itu, 73% juga mengatakan bahwa seluruh tim mereka sama-sama bertanggung jawab untuk keseluruhan kualitas aplikasi.