Find Us On Social Media :

Sigfox Tawarkan Solusi IoT di Indonesia yang Hemat Listrik dan Aman

By Adam Rizal, Jumat, 17 Mei 2019 | 16:00 WIB

Sigfox Tawarkan Solusi IoT di Indonesia yang Hemat Listrik

Perusahaan penyedia solusi Internet of Things (IoT) yang berbasis di Prancis Sigfox resmi beroperasi di Indonesia dengan menawarkan solusi IoT low power wide area (LPWA) atau listrik berdaya rendah.

Kepala Eksekutif Sigfox Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan saat ini solusi IoT mulai populer di Indonesia tetapi masih berbasis seluler. Sigfox Indonesia merupakan perusahaan IoT berbasis non-seluler pertama di Indonesia.

"Umumnya permasalahan penerapan IoT di Indonesia terkait empat hal, standardisasi, interopabilitas, jangkauan terbatas dan struktur biaya yang tidak skalabel. Kami sebagai jaringan IoT independen terbesar di dunia, melihat kendala tersebut dapat dimitigasi dengan solusi yang disesuaikan," katanya di Luwah Coffee, Jakarta Selatan.

Ekosistem IoT terdiri A adalah aplikasi, B adalah back end, C adalah connectivity dan D adalah device.

Sedangkan, Sigfox posisinya berada di C yaitu konektivitas dan akan bekerja sama dengan berbagai pihak untuk menciptakan ekosistem IoT di Indonesia. Layanan Sigfox sendiri banyak digunakan untuk solusi asset tracking, logistik dan utility.

"Sangat banyak solusi yang dibutuhkan di sini, khususnya implementasi di pertanian, perkebunan, sampai parsel. Yang membedakan adalah, kami memungkinkan untuk logistik antarnegara," kata Country Director Sigfox Indonesia, Ali Fahmi.

"Semua layanan Sigfox sangat aman karena jaringan sudah terenkripsi," ucapnya.

Luasnya wilayah Indonesia masih menimbulkan beberapa tantangan, seperti keterbatasan jaringan dan sumber listrik. Konsep listrik berdaya rendah tidak membutuhkan daya listrik besar dan tidak butuh bandwith besar, karena data akan dikirimkan secara berkala.

Irfan menjelaskan jika sensor SigFox yang mengatur suhu di pasang ruang pendingin makanan. Jika suhu di atas rata-rata, maka sensor akan mengirimkan notifikasi ke perangkat Anda. Jika tidak ada perubahan, maka sensor akan diam saja.

"Sensor-sensor Sigfox akan mengirimkan data atau sinyal ketika terjadi perubahan bukan setiap saat seperti ponsel sehingga lebih hemat baterai," ucapnya.

IoT merupakan komunikasi yang dilakukan antara mesin dengan mesin. Indonesia sendiri memiliki target di 2022, di mana ada 400 miliar perangkat IoT dengan nilai Rp444 triliun.

Harapannya agar lebih efisien, mengurangi tingkat kebocoran data, meningkatkan produktivitas dan menuju peradaban yang lebih baik.

Tantangan

Ketua Umum Asosiasi Internet of Things Indonesia (ASIOTI), Teguh Prasetya, mengatakan bahwa operator Internet of Things (IoT) di Indonesia, sudah bisa melakukan komersialisasi. Hal ini karena telah terbitnya Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 1 Tahun 2019 Tentang Izin Kelas.

"Dengan adanya ini, tentunya diharapkan bahwa operator IoT sudah bisa melakukan komersialisasi. Kalau kemarin kan sifatnya masih uji coba, kalau sekarang sudah bisa komersialisasi," katanya.

Teguh juga mengumumkan bahwa hari ini telah ditetapkan regulasi dan peraturan Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Nomor 3 Tahun 2019 Tentang Persyaratan Teknis Alat dan Perangkat Telekomunikasi Low Power Wide Area.

Regulasi ini dikatakan akan mempermudah penyedia solusi IoT dalam mendapatkan sertifikasi. Teguh berharap tidak ada lagi barang gelap, karena regulator berjanji, sertifikasi akan dilakukan dalam sehari. Dengan ini, regulasi sudah bisa dikatakan selesai, tinggal komersialisasi.

"Targetnya pada 2022, akan ada 400 miliar perangkat IoT senilai Rp400 triliun. Saya harap kita bisa meraih, menggelar dan mempercepat penetrasi IoT yang ada di Indonesia," ujarnya.

Meski begitu Teguh mengatakan, tantangan IoT sendiri ada di aspek 'people', yaitu masih sulit mencari ahli yang mau dan tahu.

Alasannya, karena sebelumnya mereka hanya membuat aplikasi, untuk era sekarang ini harus menggabungkan solusi, aplikasi, konektivitas dan perangkat.

Tantangan berikutnya adalah bisnis, karena belum baku maka prosesnya harus disederhanakan. Terakhir adalah teknologi.

Teknologi di belakang IoT terbilang masih baru, kunci utama kecepatannya terletak pada perusahaan penyedia jaringan.