Find Us On Social Media :

Kecanduan Medsos Bisa Ganggu Kesehatan Mental Orang Indonesia

By Adam Rizal, Rabu, 26 Juni 2019 | 09:30 WIB

Satu dari dua orang menyembunyikan aktivitas media sosialnya dari atasan, dan 52% orang tak ingin koleganya mengetahui aktivitasnya di web.

Penggunaan media sosial yang berlebihan di Indonesia ternyata berdampak buruk bagi kesehatan mental.

Hal ini diungkap dalam penelitian berjudul A Tool to Help or Harm? Online Social Media Use and Adult Mental Health in Indonesia yang dipublikasikan dalam International Journal of Mental Health and Addiction.

Lebih spesifik, penelitian ini mencakup penggunaan media sosial populer seperti WhatsApp, Facebook dan Twitter.

"Mereka yang berlebihan dalam memakai media sosial punya kesehatan mental yang buruk atau punya risiko depresi," jelas Sujarwoto, salah satu peneliti, yang menggarap riset ini bersama dua rekannya, Adi Cilik Pierawan dan Gindo Tampubolon.

Penelitian yang dimulai sejak tahun 2016 ini menggunakan data dari Indonesia Family Survey (IFLS) pada tahun 2014 yang merepresentasikan 83 persen populasi di seluruh Indonesia.

Responden penelitian ini adalah 22.423 orang dewasa yang berusia di atas 20 tahun dari 9.987 rumah tangga.

Lebih lanjut, Sujarwoto mengatakan bahwa mereka yang tinggal di wilayah urban memiliki kemungkinan mengalami gangguan kesehatan mental lebih tinggi dibanding mereka yang hidup di desa.

"Karena tuntutan masyarakat di kota lebih tinggi, gaya hidup di kota juga lebih tinggi," ujarnya.

Perasaan iri dan kegetiran Kesenjangan sosial dan ekonomi disebut mempengaruhi gangguan kesehatan mental akibat penggunaan media sosial yang berlebihan. Sebab, di dunia maya, banyak orang yang membandingkan kehidupannya dengan orang lain.

Dari sinilah muncul perasaan iri dan kegetiran akan kehidupan yang dimiliki, karena merasa tidak lebih baik dari apa yang dipamerkan orang-orang di media sosial.

"Kalau dulu sebelum ada akses internet (komunikasi) hanya dengan tetangganya, keiriannya masih dengan tetangganya. Nah, sekarang kan lebih luas", jelas Sujarwoto.

Kesenjangan ekonomi di Indonesia disebut semakin tinggi sejak tahun 2000 seiring PDB (Produk Domestik Bruto) yang semakin menguat.