Pada Agustus 2019 mendatang, pemerintah menargetkan mengesahkan regulasi untuk menekan angka peredaran ponsel black market (BM) di Indonesia.
Jika regulasi ini diimplementasikan, lembaga analis pasar IDC Indonesia meminta agar pemerintah mempermudah syarat tingkat kandungan dalam negeri (TKDN).
Menurut analis IDC Indonesia, Risky Febrian, hal tersebut bisa diberikan pemerintah sebagai insentif bagi para vendor smartphone yang ingin mengimpor produknya secara resmi.
Pasalnya menurut Risky, ada beberapa vendor yang tidak bisa memasarkan produknya di Indonesia karena terkendala TKDN, seperti OnePlus atau Google. Padahal brand tersebut cukup diminati di Indonesia.
Hal itulah yang kemudian memicu adanya permintaan ponsel blac kmarket untuk merek tertentu. Sehingga celah ini bisa dimanfaatkan oleh para pengimpor smartphone secara ilegal.
"Permintaan konsumen untuk merek smartphone yang tidak tersedia resmi di Indonesia pasti akan selalu ada," kata Risky.
"Sebaiknya menurut saya pribadi, berbarengan dengan kebijakan IMEI ini, pemerintah juga bisa memberikan kemudahan atau insentif bagi implementasi TKDN," ungkap Risky.
Hal itu disebut Risky untuk mengantisipasi permintaan terhadap produk-produk yang tidak tersedia secara resmi tersebut.
Tak hanya soal TKDN, Risky juga menyarankan pemerintah untuk memberi insentif lainnya kepada vendor smartphone, seperti kemudahan pajak.
Dengan begitu, harga jual ponsel resmi di Indonesia bisa ditekan, bahkan bisa mendekati harga ponsel black market.
"Insentif bagi vendor yang 'comply' terhadap TKDN juga bisa menurunkan harga jual dari produk smartphone-nya, jadi harganya bisa ditekan mendekati harga smartphone black market. Insentif ini contohnya seperti kemudahan pajak bagi vendor yang membangun sendiri pabriknya di sini," tambah Risky.
Kendati demikian, Risky optimistis bahwa pemblokiran ponsel black market di Indonesia akan membawa dampak positif dalam jangka panjang kepada industri smartphone Tanah Air.