Find Us On Social Media :

Kekuatan Disrupsi Milenial Dorong Inovasi Industri Makanan & Minuman

By Administrator, Kamis, 1 Agustus 2019 | 09:00 WIB

Penulis: Helen Masters, Senior Vice President& General Manager, Asia Pacific, Infor.

Preferensi generasi milenial terhadap makanan mengalami perubahan ke arah yang lebih sehat dan ramah lingkungan. Tren ini juga melanda Asia Pasifik, satu kawasan di mana populasi milenial tumbuh pesat. Menurut laporan market intelligence tahun 2017 yang berjudul “Healthy Lifestyels a Growing Focus for Southeast Asians”, setidaknya 75% dari penduduk urban di Indonesia menginginkan makan yang lebih sehat. 

Ketika tiba masa di mana generasi terakhir kaum milenial telah lulus dari perguruan tinggi dan memasuki dunia kerja, mereka akan menjadi pendorong baru perekonomian. Mereka akan membelanjakan uangnya untuk makanan yang sesuai harapannya. Namun seperti tren-tren yang sebelumnya, permintaan kaum milenial saat ini mungkin akan terus berevolusi. Industri makanan dan minuman (Food & Beverages/F&B) dituntut untuk terus mengikuti perubahan tersebut.

Masih ada banyak hal yang bisa dilakukan oleh industri F&B di Asia Pasifik untuk mengikuti tren tersebut. Data dari Mintel Global New Products Database (GNPD) memperlihatkan bahwa sepanjang tahun 2015 hingga 2017, pertumbuhan makanan yang diklaim mengandung atau ditambahi protein tinggi hanya sebesar 5%. Di sinilah teknologi dapat memainkan perannya dalam berbagai hal, seperti kecepatan perkenalan produk baru, kecepatan respons terhadap data prediktif, dan pemahaman yang lebih dalam tentang pelanggan milenial.

Mengukur Pengaruh

Jumlah populasi milenial, yaitu generasi yang lahir di awal 1980an hingga 1996, adalah 1,8 miliar dari 7 miliar populasi dunia. Dari jumlah tersebut, 60% di antaranya bermukim di Asia Pasifik dan pada tahun 2020, presentase populasi generasi milenial diprediksi akan mencapai 50% dari populasi total di kawasan ini.

Generasi milenial dikenal memiliki perilaku ekstentrik, rasa tidak suka yang besar, memiliki gairah terhadap status social, dan mulai beranjak dari tradisi-tradisi lama. Generasi milenial mungkin dianggap sebagai “pembunuh” beberapa produk lama, seperti sabun batangan dan tisu. Namun kita sepertinya harus berterimakasih kepada mereka karena telah menjadi inspirasi atau pendorong finansial di balik produk-produk baru F&B. Contohnya, di Singapura ada produk teh gourmet merek Kittea yang terinspirasi oleh kucing. Di Indonesia ada Acai Bar, sebuah tempat makan yang menyediakan makanan sehat berbahan dasar acai berry. Kudapan kaya protein dan makanan siap saji di toko-toko bahan pangan adalah contoh produk lain yang terinspirasi oleh generasi milenial.

Dukungan Teknologi

Sebagian besar inovasi di industri pangan didorong oleh para pemain besar. Namun kini, para pemain baru atau startup mencoba mendisrupsi, di antaranya dalam produksi energy bar, es krim, probiotik, dan makanan serta minuman yang mengandung vitamin atau enzim. Salah satu contohnya adalah Icekim, merek es krim sehat di Indonesia. Icekim menawarkan es krim dan makanan penutup yang bebas dari kandungan susu dan gluten dan dibuat dari bahan-bahan alami dan tanpa campuran bahan kimia.

Di sisi lain, perusahaan-perusahaan besar cenderung lebih menyukai akuisisi karena dirasa lebih murah dan cepat daripada membangun kekuatan R&D untuk melakukan spesialisasi produk. Coca Cola membeli Honest Tea, Hormel mengakuisisi Applegate Farms, dan PepsiCo bekerja sama dengan sejumlah petani kecil di Ethiopia.

Seiring perubahan preferensi konsumen, agility di bidang produksi pangan menjadi lebih penting dari sebelumnya. Para produsen harus melakukan modernisasi proses, mulai dari R&D sampai pengelolaan supply chain, agar mereka bisa lebih responsif terhadap perubahan cepat tren pasar.

Bagaimana teknologi dapat membantu menghadapi tantangan tersebut?