Apalagi, aplikasi pesan sosial tumbuh dengan pesat dan hampir setiap nasabah BNI memiliki ponsel pintar untuk berkomunikasi.
"Kalau dulu nasabah harus menelepon customer services (CS), sekarang cukup pakai chatbot. Jauh lebih cepat dan efisien," ujarnya.
Penggunaan aplikasi pesan chatbot membuat Bank BNI mulai mengurangi tenaga customer service untuk melayani nasabah. Awalnya sistem chatbot BNI mempelajari pertanyaan-pertanyaan nasabah yang masuk ke call center dan menyimpan pertanyaan-pertanyaan itu ke dalam mesin.
"Makin banyak pertanyaan yang masuk, maka makin banyak belajar chatbot BNI. Mirip seperti mengajari anak," ujarnya.
Sama halnya chatbot, Bank BNI juga memiliki voice assistent Lena yang berbasis suara.
"Kehadiran chatbot dan voice assistant terbukti efektif mengurangi jumlah tenaga CS yang tadinya ratusan. Tenaga yang mendidik chatbot pun jauh berkurang," ujarnya.
Bank BNI juga memiliki solusi advanced biometric yang terdiri dari sidik jari (fingerprint), pemindai mata (eye retina) dan pemindai wajah (face recognition).
Bank BNI juga bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri.
Solusi biometric membantu Bank BNI menyalurkan bantuan sosial ke masyarakat yang membutuhkan. Masyarakat harus menyertakan e-KTP ketika akan mengambil bantuan sosial tersebut.
Ke depan, Bank BNI akan mengimplementasikan machine learning yang saat ini masih dalam proses riset dan pengembangan (R&D).
Hebatnya, BNI sudah menggunakan alat pemindai wajah atau face recognition dalam absensi pegawai yang masuk.
"Di depan pintu masuk, ada sebuah kamera yang akan merekam wajah pegawai dan menampilkannya di layar berupa nama, nomor induk pegawai dan jam berapa ia masuknya," pungkasnya.
Berdasarkan data mckinsey 2016, sektor finansial menghasilka big data yang besar terutama lahirnya layanan pembiayaan digital (fintech).
Perusahaan-perusahaan membutuhkan data-data itu untuk diproses dan menghasilkan informasi relevan yang sesuai dengan bisnis.