Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengatakan penerapan kebijakan tentang Identitas Perangkat Seluler Internasional (International Mobile Equipment Identity/IMEI) akan selesai dalam enam bulan setelah aturan tingkat menteri ditandatangani.
"Prosesnya masih banyak yang harus kami lalui. Targetnya, kami memanfaatkan momentum 17 Agustus," kata Menkominfo Rudiantara dalam diskusi "Membedah Potensi Kerugian Konsumen, Industri, Negara Akibat Ponsel Black Market dan Solusinya" di kantor Kominfo di Jakarta.
Rudiantara menjelaskan penandatanganan kebijakan IMEI oleh tiga kementerian, Kementerian Kominfo, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Perdagangan, akan berlangsung pada Agustus.
Meskipun memanfaatkan momentum 17 Agustus, Rudiantara menyebut kebijakan tersebut tidak lantas ditandatangani pada 17 Agustus.
Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kominfo, Ismail, menjelaskan kementeriannya perlu menyiapkan setidaknya delapan hal terkait aturan IMEI sebelum diberlakukan.
Hal-hal yang perlu disiapkan Kominfo untuk menyusun Sistem Informasi Basis Data IMEI Nasional (Sibina) antara lain basis data yang solid, sinkronisasi dengan operator seluler, hingga menyiapkan pusat layanan konsumen untuk membantu jika terjadi kendala kepada konsumen.
"Perkiraan kami untuk menyiapkan delapan hal itu, kami perlu enam bulan," kata Ismail.
Ismail menjelaskan peraturan tentang IMEI itu akan berjalan dan dieksekusi oleh seluruh operator seluler setelah enam bulan sejak ditandatangani.
Ismail meminta masyarakat tidak perlu resah jika peraturan itu sudah berlaku karena data mengenai IMEI sudah masuk ke operator seluler dan pemerintah juga menyiapkan aplikasi pelaporan.
Tak Penuhi Standar
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai ponsel ilegal yang dibeli melalui pasar gelap atau black market tidak memenuhi standard barang dan jasa menurut undang-undang yang berlaku sehingga tidak memiliki perlindungan hukum kepada para penggunanya.
"Ketika kita menggunakan barang atau jasa, produk itu semestinya memenuhi standard perundangan yang berlaku. Kalau ponsel BM (ilegal), tidak tunduk pada peraturan," kata Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi saat diskusi "Membedah Potensi Kerugian Konsumen, Industri, Negara Akibat Ponsel Black Market dan Solusinya" di kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika di Jakarta.
Salah satu aturan mengenai produk yang tidak habis dipakai dalam waktu minimal satu tahun adalah produsen harus menyediakan layanan purna-jual.
Ponsel ilegal umumnya dijual dengan garansi toko, menurut YLKI, sehingga tidak cukup untuk menjamin perlindungan bagi konsumen.
"Ponsel BM (ilegal) tidak punya perlindungan konsumen yang kuat," kata Tulus.
YLKI khawatir ponsel yang dijual secara ilegal merupakan produk reject atau barang yang kondisinya tidak prima. Bahkan, ponsel rakitan dari barang-barang yang sudah rusak.
Pemerintah sedang menggodok regulasi guna penerapan aturan International Mobile Equipment Identity (IMEI) demi memberantas peredaran ponsel ilegal.
Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Perindustrian akan menandatangani aturan tentang IMEI pada Agustus.
Implementasi aturan tersebut diusulkan berlaku mulai enam bulan setelah aturan ditandatangani.