Bisnis komputasi awan (cloud computing) di Indonesia berpotensi memberikan kontribusi USD40 miliar atau sekitar Rp560 triliun ke perekonomian Indonesia dalam lima tahun ke depan.
Kontribusi bisnis cloud itu juga termasuk dalam penyerapan tenaga kerja baik di bisnis digital maupun non-digital.
Regional Director South East Asia Google Cloud Tim Synan mengatakan Google Cloud bekerja sama dengan konsultan dari Boston Consulting Group meneliti dampak pemanfaatan cloud dalam sistem bisnis.
"Public cloud memiliki dampak positif untuk perekonomian negara. Kami bekerja sama dengan perusahaan konsultan untuk melakukan analisis dampak ekonomi penggunaan cloud untuk sejumlah negara, termasuk Indonesia," kata Synan di dalam gelaran Google Cloud Summit di JIExpo Convention Center and Theatre, Kemayoran, Jakarta.
Managing Director & Partner Boston Consulting Group Prasanna Santhanam mengatakan survei itu dilakukan terhadap 150 pengambil keputusan di bidang teknologi informasi Indonesia. Sektor yang diambil antara lain bisnis digital native dan startup internet, layanan perbankan dan keuangan, retail, media dan hiburan, serta manufakturing.
"BCG memperkirakan bahwa pemanfaatan cloud publik dapat memberikan kontribusi US$ 35 miliar-US$ 40 miliar untuk PDB Indonesia secara kumulatif dari 2019 hingga 2023," kata Prasanna dalam kesempatan yang sama.
Prasanna mengatakan nilai itu setara dengan 0,6% PDB nasional Indonesia secara tahunan dan sebanding dengan dampak ekonomi dari industri-industri utama lainnya.
Tak hanya berdampak ke PDB, pemanfaatan cloud akan membuka lapangan kerja baru sebanyak 350 ribu di periode yang sama. Jumlah tersebut terdiri dari 25 ribu di bidang teknologi, 45 ribu dari pekerjaan seperti pemasaran, keuangan, operasional dan sebagainya.
Secara tidak langsung, bisnis ini secara vertikal juga akan membuka lapangan pekerjaan sebanyak 280 ribu untuk fungsi bisnis inti.
Manfaat Langsung
Hingga saat ini di Indonesia sudah terdapat beberapa perusahaan yang memanfaatkan cloud ini dalam membantu sistem bisnisnya. Sebut saja PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI), CinemaXXI, PT Pegadaian (Persero) dan PT Samudera Indonesia Tbk. (SMDR).
Beberapa perusahaan start up termasuk unicorn juga memanfaatkan sistem ini seperti BliBli, RuangGuru, tiket.com, Tokopedia, Bukalapak dan Traveloka.
BRI memanfaatkan teknologi cloud ini untuk analis big data yang saat ini dimiliki perusahaan.
Sebagai bank yang berfokus menyalurkan kredit ke segmen mikro dan ultra-mikro, BRI memiliki data yang terbilang padat sehingga untuk memberikan asessment kredit membutuhkan waktu yang panjang.
"Dengan menggunakan fasilitas cloud, proses kredit yang sebelumnya membutuhkan waktu 2 minggu dengan manual, kini hanya menjadi 2 menit melalui aplikasi Pinang yang dibangun lewat platform Google Cloud," jelas Indra Utoyo, Direktur Teknologi Informasi dan Operasi BRI di acara yang sama.
Sementara itu, di bidang start up edukasi yakni RuangGuru, SVP Engineering Ruangguru Alvin Francis Tamie menjelaskan teknologi BigQuery yang merupakan bagian dari sistem cloud ini digunakan untuk membaca pola kebiasaan dari konsumennya.
"Sebagai contoh, kami produksi video pembelajaran. Dengan BigQuery kami bisa melakukan analisa aktivitas dari orang per orang konsumen RuangGuru, seperti apakah mereka kemudian mengerjakan soal-soal dengan benar, atau bagaimana. Datanya kami ambil cloud. Sehingga bisa untuk perbaikan kualitas konten ke depannya," jelas dia.
Bioskop yang dikelola oleh CinemaXXI juga ternyata memanfaatkan sistem cloud dalam menjalankan bisnisnya.
Umumnya, pemanfaatan cloud di perusahaan ini digunakan untuk distribusi iklan di layar dan periode tertentu.
Belum lagi untuk film-film tertentu, biasanya CinemaXXI lebih memilih untuk menggunakan sistem cloud.
"Kami memilih hybrid, ketika bioskop menayangkan film-film yang peminatnya besar. Sebab bisa mencapai 60 hit/klik per detik. Maka kami meningkatkan atau scale up bayar premium untuk film-film tertentu," kata Andrew Pangestu, Direktur Teknologi dan Operasi CinemaXXI.