Find Us On Social Media :

Apa itu Teori Crack? Inilah Warisan BJ Habibie di Industri Dirgantara

By Adam Rizal, Kamis, 12 September 2019 | 09:30 WIB

Apa itu Teori Crack?, Teori BJ Habibie di Industri Dirgantara

Presiden ke-3 Indonesia Bacharuddin Jusuf (BJ) Habibie meninggal dunia pada pukul 18.05 WIB. Bapak Teknologi itu menghembuskan nafas terakhirnya dalam usia 83 tahun di RSPAD Gatot Soebroto.

Wafatnya pria asal Parepare ini tentu saja menjadi kehilangan besar bagi bangsa ini. BJ Habibie bisa dibilang simbol sosok anak negeri yang memiliki kecerdasan luar biasa yang karyanya dikenal di seantero dunia. 

Selama hidupnya, BJ Habibie memiliki lebih dari 45 hak paten, utamanya di industri dirgantara. Salah satu penemuan paling fenomenal Habibie adalah Teori Keretakan atau sering disebut juga Faktor Habibie. Sampai saat ini, Teori Keretakan tersebut masih digunakan dunia penerbangan sampai sekarang. Saking fenomenalnya penemuan ini, Habibie mendapat julukan 'Mr Crack'.

Atasi Kecelakaan

Teori Crack ditemukan oleh Habibie pada 1960-an, ketika teknologi pesawat terbang belum secanggih sekarang. Melalui teori ini, Habibie dapat mengkalkulasi keretakan pada badan pesawat yang disebabkan kelelahan atau fatique.  

Biasanya, titik rawan kelelahan pada bodi pesawat ini terjadi pada sambungan antara sayap dan badan pesawat terbang, atau antara sayap dan dudukan mesin.

Hal itu disebabkan bagian inilah yang secara terus-menerus mengalami guncangan keras, baik ketika sedang take off maupun landing. Ketika pesawat melakukan take off, sambungannya akan menerima tekanan udara atau uplift yang besar. Sementara saat landing dan menyentuh landasan, bagian ini juga yang akan menanggung hempasan tubuh pesawat.

Lama-kelamaan, kelelahan pun terjadi, dan itu adalah awal dari keretakan (crack). Semakin hari keretakan itu semakin memanjang dan dapat berakibat fatal, karena sayap pesawat bisa patah tanpa diduga.

Hal ini menyebabkan potensi fatique semakin besar.

Melihat dunia penerbangan dengan permasalahan seperti itu, BJ Habibie kemudian datang menawarkan solusi. Dialah yang menemukan bagaimana rambatan titik crack itu bekerja.

Dengan teorinya, Habibie berhasil menghitung crack itu dengan rinci sampai pada hitungan atomnya. Hal tersebut tidak saja menghindari risiko pesawat jatuh, tetapi juga membuat pemeliharannya lebih mudah dan murah.

Dengan Teori Crack atau Faktor Habibie, porsi rangka baja pesawat bisa dikurangi dan diganti dengan dominasi alumunium dalam bodi pesawat terbang. Hal itu tentu mengurangi bobot pesawat tanpa berat penumpang dan bahan bakar sampai 10 persen dari bobot konvesionalnya.