Indonesia Data Center Provider Organizaton (IDPRO), Asosiasi Cloud Computing Indonesia (ACCI), Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Federasi Teknologi Informasi Indonesia (FTII), Asosiasi Peranti Lunak Telematika Indonesia (ASPILUKI), Indonesia ICT Institute, dan induk asosiasi sektor ICT Indonesia, Masyarakat Telematika Indonesia (MASTEL), memandang perlu menyampaikan tanggapan atas draft revisi Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2012 (PP PSTE). Asosiasi berkesimpulan bahwa isi draft revisi PP 82/2012 sangat kontradiktif dengan pesan-pesan yang disampaikan oleh Presiden Ir. H. Joko Widodo dalam berbagai pidato kenegaraan/kepresidenan. Presiden menyampaikan bahwa data termasuk jenis kekayaan baru, yang kini data lebih berharga dari minyak.
"Kita harus siaga menghadapi ancaman kejahatan siber, termasuk kejahatan penyalahgunaan data. Data adalah jenis kekayaan baru bangsa kita, kini data lebih berharga dari minyak, karena itu kedaulatan data harus diwujudkan, hak warga negara atas data pribadi harus dilindungi. Regulasinya harus segera disiapkan tidak boleh ada kompromi," kata Presiden Jokowi pada 16 Agustus 2019.
Hendra Suryakusuma (Ketua Umum IDPRO) mengatakan isu PP-82 adalah masalah kedaulatan data, penegakan hukum, dan sekaligus jalan masuk persamaan perlakuan dalam pajak. IDPRO meminta Pemerintah menunda pengesahan draft tersebut karena mayoritas komunitas TIK di Indonesia belum sepakat dengan draft isi tersebut.
"Isu ini mestinya pemerintah-lah yang lebih concern menjaganya. Ini kebalik, asosiasi dan komunitas yang malah concern dan berulangkali mengingatkan Pemerintah," katanya dalam siaran persnya, Senin (21/10).
Kontradiksi isi Draft Revisi PP 82/2012 dengan Perintah Presiden untuk melindungi data masyarakat Indonesia terletak pada Pasal 21 ayat (1) yang berbunyi:
"Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat dapat mengelola, memproses dan/atau menyimpan Sistem Elektronik dan Data Elektronik di wilayah Indonesia dan/atau di luar wilayah Indonesia.”
Dengan bunyi ayat di atas, maka yang akan terjadi adalah negara tidak akan dapat melindungi “data kita” (data masyarakat Indonesia) karena Pemerintah memberikan lampu hijau kepada Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat dan aplikasi-aplikasi yang berasal dari negara lain untuk bisa menyimpan data di luar wilayah Indonesia, dan itu berarti isi Revisi PP 82/2012 sangat bertentangan dengan arahan Presiden.
Jamalul Izza (Ketua Umum APJII) mengatakan di saat negara maju sangat ketat melindungi data negaranya untuk tetap di wilayahnya seperti yang dilakukan oleh Uni Eropa lewat EU GDPR, Indonesia malah membuat aturan yang bertolak belakang. Rencana revisi PP 82/2012 ini, selain merugikan dari sisi ekonomi nasional, tentu juga akan menjadi tantangan tersendiri bagi penegakan kedaulatan negara dan penegakan hukum.
"Kami ingin mempertahankan Kedaulatan Digital Bangsa dan memastikan bahwa Ekonomi Digital yang tumbuh dapat dinikmati bangsa kita sendiri, bukan untuk sebagian besar dimanfaatkan bangsa lain seperti yg terjadi sekarang ini," ujarnya.
Dampaknya
Adapun implikasi lain dengan memperbolehkan Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat untuk memproses dan menyimpan data di luar wilayah Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Ada potensi 90% data di Indonesia akan lari ke luar wilayah Indonesia, ini akan berimplikasi besar dari aspek IPOLEKSOSBUDHANKAM Indonesia di era ekonomi data, mengingat sampai saat ini Indonesia belum mempunyai aturan perlindungan data yang memadai.
Ini adalah sebuah kemunduran besar bagi negara Indonesia, disaat negara maju menerapkan perlindungan data di negaranya secara ketat seperti Uni Eropa lewat aturan EU GDPR, kita malah melakukan relaksasi tanpa perlindungan sama sekali.
2. Dengan memperbolehkan data Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat memproses dan menyimpan data diluar wilayah Indonesia, maka penyedia layanan pusat data (data center), cloud computing, OTT (Over The TOP) asing tidak lagi berkewajiban melakukan investasi di Indonesia karena mereka sudah bisa melayani masyarakat Indonesia diluar wilayah Indonesia, dan ini sangat merugikan secara ekonomi.
3. Penegakan hukum akan mengalami kesulitan manakala proses penegakan hukum tersebut membutuhkan data yang tersimpan di luar wilayah Indonesia, karena masingmasing negara mempunyai aturan dan yuridiksinya masing-masing.
"Kami berharap Presiden tidak mengesahkan revisi PP PSTE sebelum diperbaiki sesuai dengan apa yang telah beliau janjikan kepada seluruh rakyatnya," kata Kristiono (Ketua Umum Mastel).