Find Us On Social Media :

Megawaty Khie: Google Cloud untuk Tingkatkan Daya Saing Indonesia

By Wisnu Nugroho, Jumat, 1 November 2019 | 16:05 WIB

Megawaty Khie, Country Director Google Cloud Indonesia

Kiprah Google Cloud kian terasa. Pada laporan keuangan Juli 2019 kemarin, Google menyebut layanan cloud mereka akan mencatat pemasukan US$8 miliar sepanjang tahun ini. Berkat pencapaian tersebut, Google Cloud menjadi motor pertumbuhan ketiga terbesar di induk perusahaan Alphabet, hanya kalah dari Google Search dan YouTube.

Akan tetapi, Google memang belum dapat berpuas diri. Meski kiprah di industri cloud mulai menemukan momentum, Google Cloud secara bisnis masih tertinggal dibanding pesaingnya seperti AWS dan Microsoft Azure. Karena itulah mereka kian serius menggarap pasar cloud, termasuk di Indonesia.

Hal ini tercermin dari pembangunan data center di Indonesia yang rencananya akan beroperasi di awal tahun 2020. Selain itu, Google telah menunjuk Megawaty Khie sebagai Country Director Google Cloud untuk Indonesia.

Pengalaman Panjang

Penunjukan Megawaty bukan tanpa alasan. Megawaty sudah 20 tahun malang-melintang di dunia TI Indonesia dan menempati posisi strategis di berbagai perusahaan teknologi ternama. Ia pernah menjadi Director di Microsoft Indonesia, Country Manager Dell Indonesia, Director di HP Asia Pasifik, dan VP untuk SuccessFactor SAP Asia Tenggara. Sebelum bergabung ke Google, Megawaty menjabat President Director IBM Indonesia.

“Tugas utama saya adalah mengembangkan bisnis Google di Indonesia” ungkap Megawaty saat kami mewawancarainya di kantor Google yang apik di bilangan Sudirman, Jakarta. Selain itu, Megawaty juga berkomitmen mengembangkan ekosistem cloud di Indonesia, termasuk melibatkan mitra (technology partner) dengan perusahaan Indonesia. 

Meski solusi Google Cloud bisa digunakan di semua industri, Megawaty menunjuk beberapa industri yang menjadi fokus Google. “Yang menjadi fokus kami adalah FSI, telco, retail, manufacturing, dan konglomerasi” ungkap Megawaty.

Megawaty menyadari, industri yang disasar Google sarat dengan perusahaan enterprise yang relatif masih berhati-hati dalam mengadopsi konsep cloud computing. “Ketika ingin mengadopsi teknologi baru, mereka khawatir dampaknya dengan legacy business” ungkap Megawaty. 

Namun di saat yang sama, Megawaty juga melihat banyak perusahaan enterprise yang secara bertahap mulai mencoba teknologi cloud. “Biasanya mereka menugaskan business unit yang lebih kecil untuk mencoba,” tambah Megawaty. 

Salah satu contohnya adalah BRI melalui BRI Agro yang mengembangkan aplikasi Pinang. Aplikasi ini bertujuan memudahkan nasabah BRI melakukan pinjaman secara instan. Untuk mewujudkan hal itu, BRI Agro menggunakan beberapa fitur Google Cloud, seperti Gogole Vision dan Google Maps API, untuk aplikasi Pinang ini. “Manfaatnya pun terasa, karena proses pinjaman yang sebelumnya membutuhkan waktu dua minggu, menjadi dua hari, dan kini hanya dua menit,” tambah Megawaty.

Kedepankan Solusi

Karena itulah saat berbicara dengan perusahaan Indonesia, Megawaty ingin mengedepankan pemberian solusi dibanding “menjual” layanan cloud. “Jika sudah muncul problem statement-nya, baru kami bicara teknologi apa yang dapat menjawab masalah tersebut,” ungkap Megawaty.