Dalam waktu dekat, Huawei akan membawa ponsel seri Mate 30 dan Mate 30 Pro ke Indonesia.
Kedua ponsel tersebut dipastikan tidak akan membawa layanan milik Google karena imbas dari pemblokiran Huawei oleh Amerika Serikat.
Dengan diboikotnya Huawei oleh pemerintah AS, maka mau tidak mau vendor asal China ini harus mencabut keberadaan Google Mobile Services (GMS) pada ponsel buatannya.
Karena itulah Huawei kemudian mengorbitkan ekosistem layanan dan aplikasinya sendiri, Huawei Mobile Services (HMS), sebagai pengganti GMS.
Salah satu layanan yang dimiliki Huawei pada HMS adalah AppGallery. Layanan ini merupakan toko aplikasi yang mirip dengan Google Play Store.
Bedanya toko ini dimiliki secara mandiri oleh Huawei dan jumlah aplikasi yang ada di sana belum sebanyak Play Store.
Untuk menarik minat para pengembang aplikasi agar mau membuat aplikasinya kompatibel di Huawei AppGallery, Huawei pun menjanjikan pengembangannya akan lebih mudah dan cepat.
Bahkan biaya yang dikeluarkan pun tidak akan berat. Menurut Li Guoliang, Developer Technical Support Director Huawei Consumer Cloud Service, pengembang tidak akan perlu waktu lama untuk mengembangkan aplikasi agar bisa masuk dalam AppGallery.
Sebab, pada dasarnya HMS masih menggunakan sistem Android sehingga pengembang cukup sedikit melakukan konfigurasi agar aplikasi yang ada bisa terbaca di Huawei AppGallery.
Li menegaskan bahwa pengembangan aplikasi untuk HMS bisa diselesaikan dalam hitungan hari.
"Pengembang tidak perlu memakan waktu yang banyak untuk mengembangkan aplikasi agar bisa diunggah dalam AppGallery kami. Integrasi SDK di HMS bisa dilakukan dalam waktu tiga hari," kata Li.
Ia juga mengklaim bahwa sejumlah aplikasi yang sudah terintegrasi dengan HMS mengalami peningkatan baik pada sisi jumlah pengguna maupun pendapatan dari dalam aplikasi tersebut (in-app purchase).