“Membangun kultur digital ini menantang setiap orang untuk tidak berpuas diri untuk hari ini saja, harus selalu men-challenge diri sendiri untuk menemukan cara-cara yang lebih baik,” ujar Indra. Dengan kultur digital dan menempatkan customer experience sebagai mission critical, ia berharap BRI dapat merespons dengan cepat dan tepat apa yang menjadi kebutuhan nasabah.
Tantangan kedua adalah sumber daya. “Kami adalah bank yang sudah lama established, dan memiliki resource yang mungkin saat ini sudah tidak relevan lagi, termasuk infrastruktur TI-nya. Oleh karena itu, kami harus transformasikan ke infrastruktur baru yang lebih scalable, fleksibel, dan aman,” jelas Doktor di bidang Strategic Management dari Universitas Indonesia ini.
Ia memaparkan beberapa langkah yang sudah dilakukan BRI mentransformasi infrastruktur teknologinya. Misalnya, perubahan di back-end, dari arsitektur monolitik menjadi arsitektur berbasis microservices.
“Di sisi middleware kami membangun kemampuan-kemampuan untuk melakukan orkestrasi microservices supaya nanti kami bisa dengan cepat melakukan konfigurasi terhadap layanan-layanan baru,” Indra Utoyo menambahkan.
Sementara di sisi front-end, BRI meningkatkan kemampuan agar lini terdepan ini mampu mendukung inovasi-inovasi bisnis yang sebagian besar akan mobile-centric dan API-centric.
Talenta juga menjadi tantangan bagi BRI, terutama di tengah perang talenta digital yang makin memanas dewasa ini. Menurut Indra, BRI tidak bisa mengandalkan talenta dari bank saja untuk menjadi talenta digital. “Oleh karena itu, kami melakukan banyak hal untuk bisa mendapatkan digital talent. Ada yang build, buy, dan borrow,” jelasnya.
Di tengah gemuruh gelombang digitalisasi dan transformasi massif yang sedang berlangsung, akankah BRI berubah menjadi bank digital seperti bank-bank lainnya?
“Bank memiliki tiga peran utama, yaitu store the value, transfer the value, dan access to credit. Dan BRI tidak pernah berubah sampai dengan hari ini. Kami tetap fokus berinovasi dan melayani core nasabah kami, yaitu nasabah mikro,” tegas Indra Utoyo.
Menurutnya, kehadiran BRI sebagai bank digital justru akan semakin meningkatkan kekuatan BRI di sektor kredit mikro dan konsumen yang sudah menjangkau wilayah pedesaan di seluruh Indonesia. “Saat ini sudah ada lebih dari tujuh puluh juta nasabah yang dilayani di seluruh Indonesia, dan kami terus memperbaiki diri dengan tujuan memberikan layanan yang semakin andal bagi nasabah,” ujar Indra Utoyo.
*Artikel ini diterbitkan di Majalah InfoKomputer edisi Februari 2019