Find Us On Social Media :

Dickie Widjaja: Membuka Jalan di P2P Lending Agar Semua Bisa Tumbuh

By Liana Threestayanti, Senin, 20 Januari 2020 | 12:45 WIB

Dickie Widjaja, CIO, Investree: Investree tidak berkaca pada sistem yang sudah berjalan di negara-negara di mana bisnis P2P lending sudah lebih berkembang karena tiap pasar memiliki keunikannya sendiri.

Peran sebagai trailblazer atau pembuka jalan tidak pernah mudah, apalagi ketika harus melakukannya di tengah dinamika bisnis yang tinggi.   

Layanan peer to peer (P2P) lending di Indonesia masih terbilang belia usianya karena baru mulai diperkenalkan sekitar empat tahun lalu. Dan salah satu pionir di jajaran fintech P2P lending Indonesia adalah Investree.

“Kami mungkin salah satu perusahaan fintech P2P lending pertama di Indonesia. Otomatis ketika itu jalannya belum ada. Kami harus meraba-raba sendiri dan menjadi pembuka jalan. Bahkan regulasinya saja belum ada,” cerita Dickie Widjaja, Chief Information Officer, Investree.

Menurut Dickie, Investree bisa saja berkaca pada negara-negara di mana bisnis P2P lending sudah lebih berkembang, seperti Amerika, Inggris, atau China. Namun itu tidak dilakukan oleh Investree karena tiap pasar memiliki keunikannya sendiri, dengan sistem perbankan dan regulasi yang berbeda. 

Termasuk karyawan pertama Investree, sarjana lulusan University of Michigan ini mendapat tugas awal yang terdengar simpel dari Founder Investree: membangun sistem Investree. Namun realisasinya tidak sederhana karena artinya Dickie harus membangun dari nol sistem untuk layanan maupun sistem untuk internal perusahaan.

“Ini kan layanan baru, mau nyontek alur sistemnya dari orang lain juga tidak mungkin. Tapi ternyata ada pros-nya, karena ini baru, jadi tidak ada yang tahu juga mana alur yang benar dan mana yang salah,” kata pehobi lari ini seraya tertawa.

Ia menambahkan, “Kami harus membangun sistem yang bisa mengakomodir mulai dari aplikasi pinjaman, penyaluran pinjaman, sampai ke pelunasan pinjaman. Ini juga membutuhkan koneksi dengan beberapa sistem partner yang terpisah, misalkan dengan biro kredit maupun bank untuk rekonsiliasi transaksi.”

Selain itu, ia dan timnya harus selalu siap dan mampu bersikap agile ketika ada perubahan di sisi regulasi maupun permintaan pasar.

Namun tantangan sebenarnya menurut Dickie adalah bagaimana mengedukasi pasar tentang P2P lending. “Ini sesuatu yang baru bagi user kami, memberikan pinjaman pada orang yang tidak mereka kenal, dan bagaimana menciptakan suatu sistem baru di mana orang belum terbiasa menggunakannya,” jelas Dickie lagi. 

Teknologi untuk Pinjaman Mudah dan Cepat

Menjawab pertanyaan InfoKomputer tentang teknologi di balik layanan Investree, Dickie Widjaja berkata, “Target kami adalah membantu perusahaan kecil menengah, jadi ujungnya adalah bagaimana kami memanfaatkan teknologi untuk membantu perusahaan-perusahaan tersebut agar proses mendapatkan pinjaman bisa lebih mudah, lebih murah, dan lebih cepat.”

Kalau di saat kemunculan perdananya, Investree banyak memfokuskan pada big data. Kini, sesuai perkembangan teknologi terkini, Dickie Widjaja sudah melengkapi timnya dengan para analis dan tools, seperti Business Intelligence, Analytics, bahkan AI dan machine learning.

“Tujuan kami adalah untuk mempercepat proses analisa data agar bisa menganalisa calon borrower dengan cepat dan tepat,” ujar Dickie.

Satu pengalaman yang tak terlupakan oleh Dickie adalah ketika Investree baru memulai layanan perdananya. Karena saat itu perusahaan belum menerapkan tanda tangan digital, peminjam atau borrower pun harus berulang kali membubuhkan tanda tangan basah di dokumen perjanjian pinjaman yang memang cukup tebal.

“Saya ingat sekali ketika borrower pertama kita itu bilang, ini kok lebih gampang apply-nya daripada tanda tangannya,” kenang Dickie sambil tertawa kecil.

Tidak Hanya Tawarkan Pinjaman

Melewati usia empat tahun, Investree tidak hanya ingin memberikan layanan pinjaman yang lebih mudah, terjangkau, dan cepat. Mengusung slogan “Semua Bisa Tumbuh”, Investree percaya bukan hanya perusahaan yang tumbuh, tapi juga para borrower, lender, partner, shareholder, dan stakeholder Investree pun bisa bertumbuh.

“Dengan North Star ‘Semua Bisa Tumbuh’ itu, kami saat ini mencoba melihat teknologi-teknologi selain teknologi yang membuat pinjaman lebih murah, mudah, dan cepat. Apa lagi yang bisa kami lakukan untuk menjawab kebutuhan para borrower Investree,” jelas Dickie.

Ia memberikan sedikit bocoran bahwa Investree sedang menjajaki peluang dan kerjasama untuk menawarkan layanan-layanan teknologi yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan kecil dan menengah (UKM) untuk kebutuhan operasional bisnisnya.  Dickie mengatakan ada beberapa yang sudah berjalan meskipun masih lebih ke arah pilot project.

“Fokus kami memang fintech, tapi kami tahu ada kebutuhan perusahaan kecil menengah untuk hal-hal lain, entah itu ERP, procurement, invoicing, atau accounting, misalnya,” jelas Dickie. Dan untuk mewujudkan ini, Investree bekerja sama dengan ekosistem yang pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan UKM yang di antaranya adalah para borrower Investree.