Find Us On Social Media :

Jika Tak Punya Rp3 Triliun, Jangan Mimpi Bank Bisa Kalahkan Fintech

By Adam Rizal, Minggu, 26 Januari 2020 | 16:30 WIB

Bank vs Fintech

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mendorong perbankan melakukan konsolidasi, terutama bank-bank yang dengan modal inti terbatas.

Hal ini dilakukan untuk memperkuat daya tahan perbankan di tengah ketatnya persaingan dengan teknologi finansial (fintech).

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Heru Kristiyana menyebutkan, sejak tahun 2005 arsitektur perbankan mengharapkan adanya konsolidasi perbankan, namun perkembangan aksi konsolidasi ini sangat lambat sehingga diperlukan aturan yang lebih kuat untuk mendorong konsolidasi.

"Ternyata sampai sekarang konsolidasi tidak cepat, diperlukan aturan yang lebih, supaya bisa mempercepat konsolidasi," kata Heru Kristiyanti.

Heru menambahkan, saat ini ekosistem perbankan nasional sudah berubah. Konsolidasi dilakukan agar skala usaha perbankan meningkat dan memiliki kontribusi yang maksimal terhadap perekonomian.

"Kalau kita tidak percepat, bank bank semakin hari semakin terdisrupsi, tidak bisa bersaing dengan lingkungannya pada akhirnya akan menjadi beban," ujarnya.

Saat ini, OJK mendorong bank memiliki permodalan yang kuat dengan menaikkan modal inti minimum bank menjadi Rp 3 triliun. Rencananya aturan ini akan terbit pada akhir Januari atau awal Februari 2020.

Penerapan aturan modal minimum ini dilakukan secara bertahap. Untuk tahun 2020, modal minimum naik menjadi Rp 1 triliun, pada 2021 jadi Rp 2 triliun dan pada 2022 menjadi Rp 3 triliun.

Heru mengungkapkan pihaknya akan memikirkan jika ada bank yang tidak memenuhi aturan ini. Pilihannya membatasi kegiatan usahanya atau turun kelas menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR).

BPR adalah bank dengan layanan terbatas. BPR hanya bisa memberikan layanan simpanan tabungan & deposito. Wilayah operasinya lebih terbatas dari bank umum. Modal inti BPR berada di bawah Rp 100 miliar.

Hingga Desember 2018, ada 115 bank umum. Komposisinya, ada lima bank BUKU IV di Indonesia dan menguasai 51,03% aset perbankan.

Bank BUKU III ada 28 bank dengan penguasaan aset 35,23%. Bank BUKU II sebanyak 59 bank dengan pangsa aset 12,65%. Bank BUKU I sebanyak 22 bank dan penguasaan aset hanya 1,08%.

Gerus Duit Bank

Industri perbankan global diprediksi kehilangan pendapatan USD280 miliar atau setara Rp 3.920 triliun pada 2025 karena kehadiran startup pembayaran yang menggarap bisnis remitansi dengan mengandalkan kecepatan dan tanpa biaya.

Menurut riset terbaru Accenture, bisnis pembayaran global tahun ini akan bernilai USD1,5 triliun dan menjadi USD 2 triliun pada 2025, tetapi sebesar USD280 miliar akan diambil oleh fintech pembayaran pada 2025.

Bank sedang hadapi peningkatan persaingan dengan fintech seperti fintech asal Sillicon Valley Stripe dan Square serta platform teknologi PayPal dan perusahaan sejenis layaknya TransferWise yang berbasis di London.

Perusahaan ini menawarkan jasa pembayaran valuta asing kepada pelanggan ritel dan UKM dengan biaya lebih rendah seperti dikutip Reuters.

"Munculnya pembayaran instan akan mengurangi kebutuhan akan kartu kredit yang menjadi sumber penghasilan bank dan pengguna akan bisa bertransaksi secara langsung dengan partner bisnis dengan menggunakan teknologi," tulis Accenture.

Kompetisi yang meningkat dengan penawaran tanpa biaya transfer (gratis) akan menekan margin bank.

"Bank merasakan panasnya persaingan dengan fintech yang menawarkan kecepatan, tak terlihat dan layanan gratis. Bank merasakan kesulitan untuk hadapi gempuran fintech karena sektor ini belum diregulasi dengan ketat seperti bank," ujar Gareth Wilson, head global payment of Accenture.

Accenture mengatakan telah meneliti tren dalam bagaimana konsumen berubah dalam melakukan pembayaran karena adanya teknologi dan pontensi kehilangan pendapatan bank.

Diprediksi 8% pendapatan bank dari pembayaran terancam karena adanya layanan tak berbayar.

Lebih dari dua pertiga eksekutif perbankan yang disurvei oleh Accenture setuju bahwa pembayaran menjadi gratis.

"Booming digital berarti bank harus mengubah cara mereka berpikir secara mendasar tentang komposisi mendapatkan pendapatan," kata Alan McIntyre dari Accenture.

"Channel yang pernah memberikan bank miliaran dolar buat bank akan hilang," kata Alan McIntyre serta menambahkan bahwa pemberi pinjaman perlu membangun model bisnis digital baru.