Joker Stash, marketplace di dark web yang khusus menjual data carding, data transaksi pemakaian kartu kredit, dan sebagian kartu debit kembali menarik perhatian dunia.
Pada 27 Januari 2020, Joker Stash mengeluarkan setidaknya 4 daftar data transaksi kartu kredit yang diperkirakan berjumlah sekitar lebih dari 30 juta data transaksi.
Diperkirakan data yang dijual Joker Stash kali ini mencakup 40 negara di seluruh dunia dan sebagian besar berasal dari transaksi di AS.
Bahkan transaksi yang bocor sebagian besar adalah transaksi dari peritel dan pom bensin Amerika Serikat (AS), Wawa.
Seperti minimarket di Tanah Air, ritel Wawa beroperasi juga dengan pom bensin dan menyimpan data transaksi dengan kartu kredit.
Di situs resminya Wawa juga sudah memperingatkan para pelanggannya akan potensi fraud.
Karena itu, setiap pelanggannya diminta untuk melakukan langkah preventif seperti segera datang ke bank untuk mengecek dan mengubah data.
Dalam keterangannya Jumat (31/1), pakar keamanan siber Pratama Persadha menjelaskan bahwa praktek pencurian data transaksi kartu kredit memang sudah banyak terjadi.
Salah satu penyebabnya selain faktor keamanan siber setiap sistem yang mempunyai kelemahan, juga para peretas menyadari data transaksi terutama data kartu kredit ini sangat mahal untuk dijual kembali.
“Pada Oktober 2019, Joker Stash pernah menawarkan 1,3 juta data kartu kredit dengan harga US$100 per kartunya. Artinya mereka bisa mendapatkan US$130 juta. Angka yang sangat besar, sehingga transaksi jual beli data kartu kredit ini terus menarik peminat, dan akhirnya pencurian data terus menerus terjadi,” jelas pria yang menjabat sebagai Chairman Lembaga Riset Siber Indonesia CISSReC ini.
Baca Juga: Identitas Digital Dijual dengan Harga Kurang dari $50 di Dark Web
Pratama menambahkan, Joker Stash tidak bisa diakses dengan cara biasa. Karena letaknya yang berada di dark web, membuatnya harus diakses dengan TOR browser, peramban khusus dark web.