Find Us On Social Media :

SkyeGrid dan gameQoo, Pelopor Layanan Cloud Gaming di Indonesia

By Cakrawala,Rafki Fachrizal, Senin, 9 Maret 2020 | 19:00 WIB

Ilustrasi Cloud Gaming

Yang menariknya, dari jumlah pelanggan aktif tersebut ternyata tidak hanya berasal dari Indonesia saja.

“Untuk pelanggan perbulannya, terbanyak diperingkat pertama itu pastinya Indonesia, kedua Malaysia, dan ketiga Amerika Serikat,” cetus Rolly.

Sedangkan dari persentase penggunaan jaringan dan perangkat yang digunakan untuk bermain, Rolly menjelaskan ada sedikit perubahan dibanding beberapa bulan sebelumnya.

“Penggunaan jaringan banyaknya yang pakai Wifi. Dan pengguna perangkatnya, yang sedang tren itu 60% di ponsel pintar dan 40% di PC. Padahal, sebelumnya masih 50%:50% perbandingannya,” kata Rolly.

Lebih lanjut, dari sisi bisnis, Rolly menjelaskan bahwa Skyegrid menerapkan pembagian hasil dengan setiap publisher gim yang ada di platformnya berdasarkan persentase dari seberapa banyak voucher yang terjual.

Sebagai informasi, untuk berlangganan di Skyegrid, setiap pelanggan harus membeli voucher berlangganan yang saat ini tersedia dalam dua pilihan yaitu voucher paket mingguan (Rp69 ribu) dan paket bulanan (Rp179 ribu).

“Persentase itu dari berapa voucher yang kami jual dan ditentukan oleh publisher. Semakin banyak kita jual, persentasenya akan semakin kecil. Apakah itu fair? Buat kami itu belum. Karena pengguna cloud gaming di Indonesia masih sedikit. Tapi di masa depan, kalau ini (cloud gaming) memang sudah masif, justru metode itu akan semakin menguntungkan buat publisher dan juga buat kami,” papar Rolly.

Tantangan yang Dihadapi Saat Ini

Dalam mengembangkan bisnis cloud gaming, gameQoo dan Skyegrid mengaku ada beberapa tantangan yang dihadapi, khususnya dalam hal edukasi kepada gamer di Indonesia.

“Tantangan yang paling susah adalah membiasakan orang Indonesia dengan metode subscription (berlangganan). Orang Indonesia sudah kebiasaan dalam tanda kutip gim gratis (bajakan) ya. Berbeda dengan orang luar negeri yang memang dari dulu terbiasa dengan gim berbayar. Maka dari itu, kami juga banyak ikut event tahunan seperti dari Bekraf, ke kampus-kampus, untuk edukasi hal ini (berlangganan),” terang Azzam.

Sedangkan bagi Rolly, harga yang ditawarkan juga menjadi tantangan tersendiri mengingat seperti yang dijelaskan Azzam sebelumnya bahwa berlangganan gim belum menjadi kebiasaan bagi sebagian besar orang Indonesia.

“Masih banyak yang menganggap harga berlangganan cloud gaming itu mahal. Untuk mengatasi masalah harga ini, kami sedang menggarap solusinya dengan segera meluncurkan paket per jam,” ucap Rolly.