Keterlambatan dalam memprediksi perkembangan bentuk kompetisi di masa mendatang tanpa disadari dapat menjadi penyebab pelaku UMKM sulit berkembang.
Apa lagi, bisnis yang sudah berjalan lama sering dianggap aman dari ancaman persaingan usaha.
Padahal bisa jadi, di masanya mungkin pemain masih sedikit, produk masih eksklusif, serta lokasi masih strategis.
Sayangnya, di era modernisasi dan ekonomi digital seperti saat ini, ketiga faktor di atas bukan lagi penentu sebuah usaha bisa bertahan.
Michael Williem selaku CEO Qasir mengungkapkan bahwa UMKM menjamur karena kemudahan memasuki dunia usaha, namun yang seringkali terlewat, mereka tidak membekali diri dengan kesiapan menghadapi persaingan yang terus berganti seiring perkembangan teknologi.
“Permintaan masyarakat kini datang tidak hanya atas dasar kebutuhan, tetapi juga karena dibentuk oleh pasar. Misalnya saja, metode pembayaran cashless. Potensi cashback dan kemudahan belanja tanpa uang tunai membuat pembeli tertarik untuk memiliki dompet digital dari ponsel. Dampaknya, mereka akan menyambangi merchant-merchant yang menyediakan layanan cashless. Hal semacam ini yang kerap luput dari perhitungan pemain lama, khususnya yang masih berada dalam skala mikro dan kecil,” tutur Michael.
Kendati masalah yang dihadapi UMKM demikian bervariasi, Qasir memilih fokus untuk menyediakan solusi bagi persoalan paling mendasar, yakni penguatan kapasitas bisnis lewat manajemen pencatatan.
Itu mengapa aplikasi POS Qasir dan Miqro dirancang untuk mewadahi semua kebutuhan pencatatan usahawan, mulai dari mencatat stok, mencatat kasbon, pembelian, penjualan, sampai ke sistem pembayaran nontunai.
Upaya ini mendapat apresiasi dari salah satu pemilik toko kelontong di kawasan Pejaten Timur, Jakarta Selatan, yang telah dua tahun bergabung dalam ekosistem Qasir.
Jerry yang merupakan pemilik toko ini mengatakan bahwa dirinya sudah malang melintang mencoba berbagai jenis usaha.
Ia pun sudah merasakan beberapa kali kalah dalam persaingan, hingga akhirnya memutuskan putar haluan ke toko kelontong sejak tahun 2009 hingga saat ini.
“Saya merasa usaha apapun mudah ditiru modelnya, sehingga saya juga mesti memutar otak agar usaha yang saya jalani sekarang tetap bertahan. Sejak menggunakan Qasir dua tahun lalu, bisnis saya banyak terbantu, karena saya dan karyawan bisa mulai aktif melakukan organisasi sistem yang baik, jelas dan aktual. Monitor stok juga selalu terpantau, sebelum persediaan barang habis,” tutur Jerry.
Semangat Jerry untuk terus mengadopsi teknologi untuk usahanya juga terlihat dari inisiatifnya untuk menjajal penerapan pembayaran nontunai digital di tokonya.
“Karena belakangan banyak pembeli yang menanyakan apakah bisa bayar nontunai, mau nggak mau kita menyediakan,” tukas Jerry.
Lebih lanjut, per bulan Februari 2020, aplikasi Qasir dan Miqro sudah diunduh sebanyak 270.000 kali dengan jumlah pengguna aktif lebih dari 35%.
Perusahaan yang dirintis pertama kali oleh Novan Adrian dan Rachmat Anggara ini mengawali sepak terjangnya pada tahun 2015 dengan hanya tiga orang yang bekerja.
Dengan bergabungnya Michael Williem di akhir 2018, Qasir saat ini telah memiliki pengguna yang tersebar di berbagai kota di Indonesia. Adapun basis pengguna terbesar berada di Jabodetabek, Malang, Surabaya, Bali dan Yogyakarta.
Tercatat sejak awal tahun 2020 ini, transaksi yang terekam di dalam sistem Qasir mencapai Rp76 Miliar setiap minggunya.