Find Us On Social Media :

Penggunaan Aplikasi Belanja dan Produktivitas Meningkat Karena Social Distancing

By Rafki Fachrizal, Senin, 13 April 2020 | 12:00 WIB

Ilustrasi Social Distancing

Perusahaan di bidang AI (Artificial Intelligence) dan pengolahan data, ADA, merilis hasil analisa terbarunya mengenai perubahan konsumen di beberapa negara - termasuk Indonesia - pada masa social distancing yang terjadi akibat pandemi COVID-19.

“COVID-19 telah mengubah kehidupan kita. Dalam situasi seperti ini, kita lebih memilih untuk berdiam di rumah dibandingkan bepergian,” ujar Kirill Mankovski, Managing Director ADA Indonesia.

“Social distancing juga membuat kita banyak menghabiskan waktu di ruang digital. Baik untuk bekerja, berkomunikasi, berbelanja, atau bahkan sekadar mencari hiburan,” tambahnya.

Diketahui, situasi pandemi ini rupanya memunculkan perilaku konsumen baru, yang berbeda-beda di setiap negara Asia Tenggara.

Di Indonesia, situasi pandemi dan social distancing memunculkan beberapa perilaku baru, misalnya, The Adaptive Shopper dan Working-from-home Professional.

Perubahan ini dilihat dari meningkatnya penggunaan aplikasi belanja dan produktivitas sepanjang bulan Maret lalu.

Data ADA menunjukan, kedua jenis aplikasi ini paling banyak digunakan masyarakat Indonesia, terutama di kalangan menengah dan atas.

Crisis Persona: Munculnya Gaya Hidup Baru di Tengah Pandemi

1. The Adaptive Shopper

Sejak social distancing diumumkan, penggunaan aplikasi belanja mengalami kenaikan hingga 300%.

Aplikasi yang banyak digunakan adalah aplikasi belanja yang menjual berbagai macam kebutuhan sehari-hari, juga aplikasi khusus jual-beli barang bekas.

Penggunaan aplikasi jenis ini mengalami puncaknya pada tanggal 21-22 Maret, hingga lebih dari 400%. 

 “Masyarakat Indonesia, terutama kelas menengah dan atas, telah beradaptasi dengan dunia baru ini. Mereka beralih ke cara-cara baru untuk dapat memenuhi kebutuhan dan keinginannya,” terang Kirill.

2. Working-from-home Professional

Bagi sebagian besar pekerja di Indonesia, working-from home sama seperti bekerja pada situasi normal.

Mereka tetap melakukan pekerjaan, kolaborasi, komunikasi, dan meeting seperti biasa.

Hanya saja, semua pekerjaan dilakukan di rumah dengan bantuan aplikasi produktivitas.

Data ADA mencatat adanya peningkatan penggunaan aplikasi produktivitas selama bulan Maret, terutama setelah imbauan social distancing diumumkan.

Penggunaan aplikasi produktivitas naik hingga lebih dari 400% pada pertengahan bulan Maret lalu.

Aplikasi yang paling banyak digunakan adalah aplikasi screen recorder dan anti-virus.

“Setiap orang bereaksi dengan cara yang berbeda-beda terhadap situasi krisis, seperti pandemi,” cetus Kirill.

“Ini yang menyebabkan perbedaan crisis persona di Indonesia dengan negara Asia Tenggara lainnya. Kami melihat, masyarakat Indonesia cepat beradaptasi untuk memenuhi kebutuhannya, dan berusaha untuk tetap produktif,” tambahnya.

Melakukan Aktivitas Pemasaran di Situasi Krisis

COVID-19 juga menyebabkan kepanikan di pasar keuangan. Banyak industri yang merasakan dampak dari situasi ini, misalnya travel, hospitality, F&B, otomotif, dan hiburan. 

Dalam situasi seperti ini, banyak perusahaan dan brand menahan aktivitas pemasarannya untuk sementara waktu.

Beberapa bahkan menahan aktivitas tersebut hingga situasi mulai normal dan terkendali. Hal ini menyebabkan berkurangnya aktivitas pemasaran secara umum. 

“Sebetulnya, brand dapat memanfaatkan situasi ini untuk membentuk kebiasaan baru, serta mengubah channel komunikasi dan penjualannya ke ruang digital. Kebiasaan baru yang terbentuk ini akan tetap bertahan meskipun situasi kembali normal,” ujar Kirill. 

Merujuk pada crisis persona milik ADA, minat berbelanja masyarakat Indonesia tidak hilang.

Terutama untuk belanja online, minat tersebut justru tumbuh pesat selama situasi krisis ini berlangsung.

Dengan ditutupnya mayoritas pusat perbelanjaan, belanja online menjadi pilihan utama dalam memenuhi kebutuhan, mulai dari harian hingga hobi.  

Melihat minat belanja yang tidak reda, hal ini membuka peluang bagi bisnis perbankan, finansial, dan servis keuangan lainnya.

Apalagi, beberapa platform jual-beli online menganjurkan pembeli dan penjual untuk melakukan transaksi secara cashless dengan memanfaat servis pembayaran seperti kartu kredit, transfer, atau e-wallet. 

Menurut Kirill, ini merupakan saat yang tepat bagi bisnis perbankan, finansial, dan servis keuangan untuk melakukan pemasaran.

Para pemain di industri ini dapat memanfaatkan ruang digital untuk melakukan promosi kepada pengguna loyal, atau bahkan menjangkau pengguna baru.

Di saat seperti ini, mayoritas masyarakat cenderung memilih transaksi cashless demi menjaga kesehatan.

Di sisi lain, komunikasi pemasaran harus tetap dilakukan untuk menjaga posisi sebuah brand di benak konsumen.

Dengan tetap menjaga posisi tersebut, akan lebih mudah bagi brand atau perusahaan untuk melakukan pemulihan bisnis pada saat situasi kembali normal.

“Sebagai sebuah perusahaan yang didesain untuk menghasilkan solusi pemasaran digital, ADA membantu brand mengenali perilaku konsumennya. Kami memberikan insights, analisis dan solusi yang dapat dikembangkan menjadi rencana pemasaran digital. Melalui laporan perilaku konsumen ini, ADA berharap brand tetap dapat melakukan komunikasi pemasaran di tengah situasi krisis,” pungkas Kirill.