Zoom akan meluncurkan fitur terbaru yang memungkinkan admin rapat melaporkan peserta dan melacak peserta yang tidak diundang melakukan 'Zoombombing'.
Zoom mengatakan fitur pelaporan akan tersedia dalam pembaruan yang dijadwalkan rilis pada Minggu, 26 April.
"Fitur ini akan menghasilkan laporan yang akan dikirim ke tim Zoom Trust and Safety untuk mengevaluasi setiap penyalahgunaan platform dan memblokir pengguna jika perlu," kata Zoom seperti dikutip The Verge.
Admin rapat dapat mengaktifkan pengaturan tersebut. Karena penggunaan Zoom meroket selama pandemi COVID-19, platform ini telah menjadi target potensial untuk lelucon dan pelecehan melalui metode seperti "Zoombombing."
Untuk membantu mencegah Zoombombing, Zoom mengaktifkan kata sandi dan fitur ruang tunggu untuk pertemuan secara default bagi pengguna gratis maupun berbayar mulai 5 April lalu.
Zoom juga menghapus ID Rapat dari bilah judul rapat pada 8 April. Berbagi tangkapan layar rapat di media sosial dapat mengekspos ID Rapat tersebut dan berpotensi memungkinkan orang untuk bergabung tanpa diundang.
Pilih Server
Zoom mengumumkan pengguna berbayarnya dapat mengalihkan panggilan ke data center (pusat data) yang ada di sembilan wilayah mulai 18 April 2020. Kesembilan wilayah tersebut adalah Australia, Kanada, Cina, Eropa, India, Jepang, Hong Kong, Amerika Latin, dan Amerika Serikat.
"Mulai 18 April, setiap pelanggan Zoom yang berbayar dapat memilih atau keluar dari wilayah pusat data tertentu. Ini akan menentukan server rapat dan konektor Zoom yang dapat digunakan untuk terhubung ke webinar yang Anda hosting dan memastikan layanan kualitas terbaik," tulis Pendiri dan CEO Zoom, Eric Yuan, di laman blog resmi Zoom.
"Opsi ini memberikan kontrol yang lebih besar terhadap data dengan jaringan global kami," sambungnya.
Hal ini dilakukan buntut dari laporan The Citizen Lab yang mengungkapkan bahwa selama ini aplikasi Zoom menggunakan kunci AES-256 untuk mengenkripsi audio dan video saat pengguna menggunakan layanan mereka dan dikirim ke server pusat di Cina.
Laporan The Citizen Lab juga mengungkapkan bahwa Zoom memiliki 700 karyawan dari tiga perusahaan berbeda di Cina untuk mengembangkan layanan. Temuan itu dinilai sebagai upaya Zoom untuk melakukan arbitrase tenaga kerja.
Sayangnya, penawaran ini tidak ditujukan bagi pengguna gratisan seperti dikutip The Verge.
Zoom beberapa kali dihantam polemik terkait keamanan data pengguna, salah satunya adalah perusahaan dikabarkan secara diam-diam mengirimkan data ke Facebook tanpa sepengetahuan pengguna. Data tetap dikirim sekalipun pengguna tak punya akun Facebook.
Selain itu ada zoombombing, ini adalah serangan yang dilancarkan hacker berupa gangguan dari luar yang membajak konferensi video dengan mengirim gambar-gambar tidak senonoh atau ujaran kebencian disertai ancaman.
Zoom pun menggandeng mantan Kepala Keamanan Facebook, Alex Stamos sebagai konsultan untuk memperbaiki kebijakan keamanan dan privasi layanan mereka.
Lewat laman Medium pribadinya, Stamos menegaskan ia tidak tergabung sebagai karyawan Zoom melainkan hanya diminta menjadi penasihat untuk memperbaiki keamanan infrastruktur Zoom.
"Supaya jelas, saya bukan karyawan atau eksekutif Zoom. Kesempatan menjadi konsultan Zoom menarik untuk saya, lalu saat ditawari, saya langsung bersedia," tulis Stamos.
"Zoom memiliki beberapa pekerjaan rumah penting yang mesti diperbaiki, misalnya soal desain kriptografi dan keamanan infrastrukturnya. Saya tidak sabar untuk bekerja dengan tim teknis Zoom pada proyek-proyek tersebut," sambungnya.