Find Us On Social Media :

Sambut New Normal, HR Perlu Antisipasi dengan Menerapkan Teknologi Ini

By Liana Threestayanti, Kamis, 11 Juni 2020 | 15:45 WIB

 Ilustrasi antisipasi HR menghadapi new normal

Rencana pemberlakuan New Normal memperoleh berbagai sambutan karena ada banyak aspek yang berpotensi terdampak. Salah satunya aspek HR di perusahaan. 

Indonesia sedang bersiap untuk menyambut new normal, khususnya di beberapa kota besar seperti Jakarta dan Bandung. Dengan new normal, masyarakat bisa kembali menjalankan aktivitas seperti sedia kala dengan beberapa penyesuaian sesuai protokol kesehatan. 

Kembalinya operasional bisnis dan perkantoran ini disambut baik oleh pemilik bisnis. Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani menyebutkan bahwa “Pelaku usaha siap menjalankan kegiatan usaha kembali dengan menerapkan protokol new normal dari pemerintah. Apindo akan bekerja sama dengan pemerintah memastikan protokol tersebut dipatuhi oleh perusahaan dan karyawan agar tempat kerja tidak menjadi pusat penyebaran. Kami memproyeksikan adanya peningkatan kinerja ekonomi nasional pasca-new normal dibanding dengan 1 - 2 bulan terakhir.”

Namun di sisi lain, ada risiko yang perlu diantisipasi oleh pemerintah maupun pemilik bisnis di masa new normal ini. Mengutip dari Kompas.com, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta Diana Dewi mengatakan, “Ada kekhawatiran dari pengusaha untuk kembali beroperasional di masa new normal ini, jika pemasukan yang didapatkan tidak sebanding dengan biaya operasional yang dikeluarkan. Hal ini disebabkan kemungkinan daya beli masyarakat yang belum tentu pulih, mengingat angka pengangguran pun melonjak dampak dari COVID – 19. Tapi, pengusaha juga berharap bisa segera memulihkan bisnisnya sehingga harus tetap mencoba untuk membuktikan dugaan tersebut.”

Tantangan dan Risiko HR

Risiko dari pemberlakuan new normal ini tidak hanya dari sisi ekonomi dan bisnis saja, keamanan serta kesehatan para pekerja pun menjadi salah satu hal utama yang menjadi pertimbangan pemilik bisnis. Anthony Kosasih, Chief Operating Officer Mekari, menjelaskan bahwa dengan new normal, perusahaan perlu mempersiapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) baru. 

“Bagi pemilik usaha, kembalinya operasional bisnis diharapkan akan memutar perekonomian. Tetapi, karyawan sebagai salah satu aspek utama berlangsungnya operasional perlu diperhatikan. Kami di Mekari, memastikan untuk menerapkan protokol kesehatan, mengatur shift kerja karyawan setiap harinya, membuat prosedur kerja baru hingga melakukan desain ulang ruang kerja agar memastikan sesuai dengan anjuran physical distancing pemerintah dan mencegah penularan gelombang kedua COVID-19," jelas Anthony Kosasih.

Di sisi lain, ketidakpastian kondisi COVID - 19 saat ini perlu diperhatikan dan diantisipasi oleh HR. Sejak diberlakukan relaksasi aktivitas, kurva kasus COVID-19 justru semakin meningkat dalam dua hari terakhir di angka 1.000+ kasus per hari. Menurut Anthony, kondisi ini menjadi tantangan bagi sendiri bagi HR untuk membuka diri di era new normal dan mempersiapkan skenario terburuk. 

“Kondisi saat ini tidak bisa diprediksi, sekarang kita memasuki masa transisi tapi jika keadaan memburuk, kebijakan kerja dari rumah akan kembali dilakukan. Bagaimana HR mengatasi perubahan ini dan mengelola karyawan dengan baik jika dalam prosesnya masih mengandalkan sistem manual? Pasti akan sulit sekali bagi HR.” ujar Anthony.

Teknologi Automasi Bantu Proses HR

Agustina Samara, Chief People Officer DANA menambahkan, “Tim People Dana memetakan new normal ini ke dalam 3 aspek, yaitu People, Process dan Technology. Untuk mendukung pengelolaan karyawan dan proses bisnis di masa ini, dibutuhkan teknologi yang tepat untuk membangun culture perusahaan dan bisa membantu perusahaan untuk mendigitalisasi proses bisnis guna meminimalisir kontak langsung.”

Pandemi ini mengubah operasional bisnis, di mana HR memegang peranan penting untuk memastikan pengelolaan karyawan yang tepat guna memastikan produktivitas bisnis terjaga. Dengan ketidakpastian kondisi saat ini, di mana karyawan ada yang bekerja dari rumah dan kantor secara bergantian, besar kemungkinan human error bagi HR untuk melakukan pengelolaan shift kerja karyawan maupun penarikan data presensi yang bisa berdampak pada tidak akuratnya payroll yang didapatkan. 

Teknologi automasi yang dihadirkan HRIS seperti Talenta, bisa menjadi solusi untuk mengatur shift karyawan, absensi, reimbursement, payroll, cuti, pajak dan lainnya dengan lebih akurat, juga bisa mengontrol risiko penularan dan HR bisa fokus pada fungsi lain yang lebih strategis.

“Pandemi ini menjadi masa krusial bagi HR untuk menunjukkan peranan pentingnya dalam menganalisa situasi dan memberikan rekomendasi yang tepat kepada manajemen terkait dengan karyawan maupun proses bisnis kedepannya. Banyak tantangan yang dihadapi oleh HR seperti pengaturan shifting karyawan, mental health, employee engagement, membangun Virtual Digital Leadership Skill, business continuity, trust & transparency, dan lainnya. Penting bagi HR untuk menjalankan fungsi resilience dan agile dengan situasi ini. Mulai dari kolaborasi dengan leaders, membuat ide kreatif yang out of the box, leaders mentoring, juga penyesuaian Code of Conduct serta employee benefit karena penting bagi perusahaan untuk mampu beradaptasi dengan kondisi saat ini serta perubahannya," ungkap Agustin.

Meskipun sudah memasuki masa transisi dan new normal, pemilik bisnis ataupun HR harus tetap aware dengan update kondisi COVID – 19, juga merancang business continuity plan dengan mempertimbangkan segala risiko yang dapat terjadi kedepannya. “Saat ini, aturan PSBB yang sudah selesai bukan penyebaran COVID-19. Masih ada ketakutan tinggi jika muncul gelombang dua yang berdampak pada operasional bisnis kembali terhenti. Jika kembali bekerja dari rumah, butuh waktu lagi bagi karyawan untuk adaptasi yang berdampak pada koordinasi tim serta produktivitas yang mungkin akan kembali turun. Selain itu, proses HR dan pengelolaan karyawan yang masih manual tidak efisien dengan kondisi ini karena riskan terjadi kesalahan atau hasil data tidak akurat untuk membuat keputusan strategis perusahaan di masa krisis. Hal ini bisa berdampak besar pada produktivitas bisnis," tambah Anthony.