Find Us On Social Media :

Waspada! 7 Jenis Serangan Siber ini Bakal Marak Selama Pemilu

By Adam Rizal, Senin, 20 Juli 2020 | 17:00 WIB

Menurut Nexusguard, pada kuartal pertama tahun 2020 lalu, jumlah serangan DDoS atau distributed denial of service secara global meningkat signifikan.

Organisasi masyarakat Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengungkapkan tujuh jenis serangan siber yang bakal marak terjadi saat pemilihan umum (Pemilu).

Peneliti Perludem, Nurul Amalia merinci, pertama adalah serangan DDoS (Distributed Denial of Service).

"DDoS merupakan serangan yang sering terjadi di Pemilu," kata Nurul saat konferensi virtual bertajuk "Keamanan Siber Teknologi Pilkada 2020".

Teknik serangan DDos atau biasa dikenal sebagai DDos Attack dilakukan dengan membanjiri server menggunakan paket data berkapasitas besar.

Gempuran ini dilakukan bertubi-tubi sehingga sistem tidak dapat menampung data dan akhirnya rusak. Kalau sudah begitu, situs atau aplikasi yang diserang dengan DDos bakal sulit diakses pengguna lain.

Ke-dua adalah serangan siber berupa perubahan tampilan situs yang menayangkan hasil penghitungan suara. Nurul menjelaskan, jenis serangan ini ingin menunjukkan seakan-akan peretas mampu mengakses sistem penghitungan suara penyelenggara pemilu.

"Jadi peretas tidak betul-betul masuk sistem dia hanya ke situs website dan ubah tampilan situs sehingga seolah-olah dia sudah obrak-abrik sistem. Seolah-olah mereka sudah ubah sistem," kata Nurul.

Ke-tiga adalah serangan phising atau metode mengelabui target untuk mengklik dokumen atau file yang disusupi malware atau ransomware. Lumrah bagi peretas untuk mengirimkan tautan-tautan berisi malware dan ransomware. Metode phising belakangan juga jadi modus baru dalam kasus paket online.

Nurul mengatakan serangan macam itu terjadi pada Pilpres di Makedonia Utara pada 2019 lalu. Satu bulan sebelum Pilpres, sistem informasi dan komunikasi utama yang digunakan KPU Makedonia Utara mengalami serangan siber.

"Mereka kirimkan link yang sudah disisipi malware dan ransomware ke email penyelenggara pemilu dan ke email staf-staf yang bekerja di lembaga tersebut," cerita Nurul.

Ke-empat adalah serangan dengan merusak jalur komunikasi yang digunakan mentransfer hasil penghitungan suara. Hal ini terjadi pada Pilpres Kenya pada 2017 lalu.

"Jadi ada akses ilegal yang masuk ke jalur komunikasi yang digunakan transfer data perhitungan suara. AS untuk Pilpres 2020 serangan siber ini jadi perbincangan publik," kata Nurul.