Selama beberapa tahun belakangan, perusahaan pembuat game battle royale Fortnite, Epic Games, fokus di sejumlah pasar (market), seperti Amerika Serikat (AS), serta beberapa negara Eropa dan Asia.
Kini, perusahaan asal kota Cary, Carolina Utara, AS tersebut tampaknya mulai melirik pasar Asia Tenggara, temasuk Indonesia. Hal tersebut disampaikan oleh Quentin Staes-Polet selaku General Manager Southeast Asia & India, Epic Games, dalam sebuah wawancara.
Menurut Quentin, komunitas serta pengembang (developer) game yang jumlahnya terus berkembang menjadi salah satu alasan mengapa pihaknya ingin eksis di Asia Tenggara dan juga Indonesia.
"Kami telah membina komunitas dan developer game di Indonesia selama beberapa tahun terakhir secara rutin dan melihat ada perkembangan," ujar Quentin.
Quentin sayangnya tidak mengumbar berapa besar sebenarnya perkembangan yang dimaksud. Namun, ia mengatakan bahwa beragam komunitas dan pengembang game yang berasal dari Indonesia ini memang kerap membahas seputar teknologi Unreal Engine.
Sedikit informasi, Unreal Engine merupakan perangkat lunak (software) yang dibuat Epic Games, dan dirancang pertama kali oleh sang CEO, Tim Sweeney, pada 1998.
Biasanya, software tersebut dipakai untuk mengembangkan game yang bisa dijalankan di beragam platform, seperti mobile, PC, hingga konsol.
Versi teranyarnya, Unreal Engine 5, bahkan digunakan untuk membuat game konsol generasi terbaru, PS5 dan Xbox One Series X.
Ada potensi di industri film Selain pertumbuhan komunitas, kebutuhan terhadap game engine di luar industri game juga turut memicu Epic Games untuk terus merambah ke beragam pasar.
Di Indonesia sendiri, Quentin melihat adanya potensi bisnis di industri film untuk penggunaan (use case) Unreal Engine 5.
"Menurut kami, industri film dan penyiaran memiliki potensi di Indonesia. Oleh karena itu, ini adalah waktu yang tepat untuk masuk ke pasar ini," kata Quentin.
Unreal Engine 5 sendiri, menurut Quentin, bisa dimanfaatkan untuk menekan biaya produksi suatu film, apalagi di saat pandemi seperti ini. Ia lantas mencontohkan proses produksi film pertama dari Bumilangit Cinematic Universe (BCU), Gundala, yang terbilang tidak mudah.