Find Us On Social Media :

Teknologi Microsoft ini Mampu Identifikasi Deepfake Foto dan Video

By Adam Rizal, Rabu, 9 September 2020 | 13:30 WIB

Resahkan Perempuan, Teknologi Deepfake Bisa Bikin Video Porno Palsu

Microsoft memperkenalkan sebuah alat digital yang dapat mengetahui ada atau tidaknya deepfake pada sebuah foto, video atau rekaman suara jelang pemilihan presiden AS pada November.

Kasus Deepfake atau media yang dimanipulasi menggunakan artificial intelligence (AI) biasa muncul dan ramai menjelang kampanye-kampanye yang sengaja membuat sesat, menebar disinformasi alias hoax.

Dalam unggahan di blog resminya pada pekan lalu, Microsoft mengatakan, "Tak lama lagi, teknologi deteksi yang lebih maju bisa menjadi alat yang berguna untuk menolong mengarahkan para penggunanya untuk mengidentifikasi segala deepfake."

Microsoft Video Authenticator menelisik perubahan-perubahan halus dalam setiap foto, video, ataupun audio yang hanya bisa 'dilihat' oleh komputer.

Sistem visualisasi deepfake mendeteksi garis-garis batas yang bercampur atau unsur abu-abu dan pemudaran yang lembut yang biasanya tak bisa dilihat dengan mata telanjang.

Dengan deepfake, seseorang telah merekayasa suatu media untuk membuatnya ke luar dari konteks, membuatnya seakan terlihat sebagai seseorang yang mengatakan apa sebenarnya mereka tidak katakan, atau terlihat di lokasi di mana dia sebenarnya tidak berada di sana.

Mudah sekali pelaku yang jahat memanfaatkan teknologi temuan 2014 ini untuk, di antaranya, mengayun opini politik.

Tahun lalu, misalnya, video Ketua DPR AS, Nancy Pelosi, viral di media sosial dimana dia terlihat seperti habis mabuk alkohol. President AS, Donald Trump, membagikan video musuh politiknya itu di Twitter—padahal video itu palsu, deepfake.

Microsoft Video Authenticator bekerja dengan menganalisa foto dan video, mengidentifikasi seperti apa peluang foto dan video itu telah dimanipulasi.

"Dalam kasus sebuah video, persentase peluang itu bisa disediakan secara real-time di setiap frame video yang sedang diputar," bunyi keterangan Microsoft.

Microsoft menyadari akan kemampuan pelaku jahat mengembangkan cara baru untuk bisa lolos dari teknologi autentifikator tersebut. Menurutnya, itu tak terhindarkan dan karenanya perlu metode yang lebih kuat untuk jangka panjang.

"Ini adalah sedikit dari alat masa kini untuk menolong memastikan kepada para pembaca kalau media yang dilihatnya secara online datang dari sumber terpercaya dan tidak direkayasa," tulis Microsoft.

Pada awal tahun ini, dalam sebuah langkah menghentikan penyebaran disinformasi atau hoax, banyak platfor media sosial memang telah mulai mengambil langkah untuk menyaring deepfake.

Facebook pada Januari misalnya mengumumkan akan meremove media yang dimanipulasi hingga menyesatkan.

TikTok dan Twitter memiliki kebijakan serupa, yang kebanyakan melakukannya dengan menandai foto atau video yang dianggap berpotensi menyesatkan, atau mengurangi kemampuannya bisa dibagikan.

Microsoft sendiri bekerja sama dengan koalisi perusahaan pers, termasuk The New York Times dan BBC, memperkenalkan teknologi barunya itu untuk memastikan seluruh konten yang akan dicerna publik benar-benar autentik.

Caranya dengan memungkinkan setiap produsen konten menambahkan menu digital berupa deretan angka dan huruf yang berperan seperti sidik jari unik dari setiap konten. Menu digital itu akan hidup terus sebagai metadata kemanapun foto dan video itu beredar.