Find Us On Social Media :

5G Berpotensi Meningkatkan Ekonomi Indonesia Secara Signifikan

By Cakrawala, Rabu, 30 September 2020 | 23:50 WIB

Ilustrasi 5G

 

Menurut studi independen yang dilakukan IHS Markit atas permintaan Qualcomm. 5G diperkirakan akan membolehkan barang dan jasa senilai US$13,2 triliun secara global pada tahun 2035. Manfaat serupa dari 5G juga diprediksikan oleh LAPI ITB untuk Indonesia. Menurut studi yang dilakukan badan usaha milik ITB (Institut Teknologi Bandung) itu, 5G berpotensi memberikan tambahan terhadap PDB (produk domestik bruto) atau GDP (gross domestic product) Indonesia sebesar Rp3.549 triliun pada tahun 2035. Syaratnya adalah spektrum frekuensi 5G sudah tersedia secara resmi di Indonesia pada tahun 2021 yang akan datang. Hal tersebut dikemukakan oleh LAPI ITB pada acara virtual bertajuk "Unlocking 5G Potential for Digital Economy in Indonesia" belum lama ini. Acara ini disponsori oleh Qualcomm dan Axiata plus bekerja sama dengan ATSI (Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia). Adapun studi LAPI ITB juga disponsori oleh Qualcomm dan Axiata.

"Pada tahun 2035 ketika 5G telah terimplementasi sepenuhnya, adalah diperkirakan bahwa manfaat ekonomi secara penuh akan terealisasi pada berbagai belahan dunia pada banyak-banyak industri, bisnis, dan bisnis model baru, dan startup baru, dan seterusnya," ujar ST Liew (Vice President and President, Qualcomm Taiwan & South East Asia, Qualcomm Technologies, Inc). "Dan barang dan jasa ini yang terpantik dan dibawa oleh teknologi 5G akan lebih dari US$13 triliun berdasarkan evaluasi pihak ketiga. Indonesia juga berada pada posisi yang akan beroleh manfaat. Seperti rekan kami yang terhormat di ITB demonstrasikan, mengimplementasikan 5G bisa meningkatkan PDB Indonesia," tambah ST Liew.

"Pada tahun 2025, jika Anda melihat pada slide, McKinsey memprediksikan bahwa nilai langsung dan tidak langsung dari 5G dalam artian pengaruh tambahan terhadap ekonomi adalah sekitar US$1,5 triliun secara keseluruhan dan pada 2035 Anda melihat pada US$13,2 triliun, itu adalah sangat besar," sebut Asri Hassan (Group Chief Corporate Officer, Axiata). "Tidak satupun negara hari ini bisa tidak memerdulikan kenyataan bahwa, Anda tahu, kita butuh untuk memberikan suatu perhatian khusus kepada 5G," tegas Asri Hassan lagi.

Ada dua skenario yang digunakan LAPI ITB dalam memperhitungkan prediksinya akan manfaat 5G terhadap ekonomi Indonesia. Pertama adalah skenario yang disebut Base Case. Pada skenario Base Case ini, spektrum frekuensi 5G di Indonesia tersedia secara bertahap dimulai dari tahun 2021. Pada skenario Base Case, pita frekuensi yang pertama tersedia secara resmi adalah 2,3 GHz pada akhir tahun 2020 atau awal 2021, kemudian pita frekuensi 2,6 GHz serta 26 GHz dan 28 GHz pada tahun 2022, lalu diakhiri dengan pita frekuensi 3,5 GHz dan 700 MHz pada tahun 2023. Kedua adalah skenario yang disebut Aggressive. Pada skenario Aggressive, semua pita frekuensi tadi tersedia secara resmi pada tahun 2021.

Menurut studi LAPI ITB, untuk skenario Base Case, 5G berpotensi memberikan tambahan terhadap PDB Indonesia sebesar Rp2.802 triliun (9,3% PDB total Indonesia) pada tahun 2030 dan sebanyak Rp3.533 triliun (9,8% PDB total Indonesia) pada tahun 2035. Sementara, untuk skenario Aggressive, 5G berpotensi memberikan tambahan terhadap PDB Indonesia sebesar Rp2.874 triliun (9,5% PDB total Indonesia) pada tahun 2030 dan sebanyak Rp3.549 triliun (9,8% PDB total Indonesia) pada tahun 2035. Dengan kata lain, 5G berpotensi meningkatkan ekonomi Indonesia secara signifikan.