Find Us On Social Media :

Tips Penting Implementasi Chatbot: Integrasi Yang Lancar dengan Agen

By Wisnu Nugroho, Minggu, 4 Oktober 2020 | 15:00 WIB

Inilah tips penting saat perusahaan ingin implementasi chatbot

Ketika pandemi mendorong peradaban manusia era New Normal, satu faktor yang mengemuka adalah peningkatan interaksi business-to-customer (B2C) secara online. Salah satu indikatornya adalah temuan Biro Pusat Statistik (BPS) dalam riset "Tinjauan Big Data Terhadap Dampak Covid-19 2020". Riset itu menunjukkan, penjualan produk secara online yang meningkat 320% di bulan Maret 2020 dan 480% jika dibanding Januari 2020. 

Seiring peningkatan interaksi B2C secara digital, dibutuhkan cara baru dalam berinteraksi dengan pelanggan. Salah satu yang belakangan mengemuka adalah chatbot. Lembaga riset Gartner memprediksi, di tahun 2021 nanti, 85% interaksi penyedia layanan dengan konsumen akan dilakukan tanpa keterlibatan manusia. 

Kian populernya chatbot tak lepas dari keuntungan yang didapat kedua belah pihak. Di satu sisi, penyedia layanan mendapatkan efisiensi karena sebagian pekerjaan agen customer service diambil alih oleh chatbot. Di sisi lain, konsumen mendapatkan pelayanan 24/7 yang menjawab kebutuhan mereka. 

Pentingnya Sinergi

Kian pentingnya peran chatbot juga ditangkap Gwilym Funnell (Senior Vice President and General Manager, Asia-Pacific, Genesys). Genesys sendiri adalah penyedia layanan seputar customer experience dan call center technology berbasis cloud. Di Indonesia, solusi Genesys banyak digunakan perusahaan kelas atas Indonesia, mulai dari industri telekomunikasi, perbankan, sampai e-commerce

“Jika ingin memberikan customer experience yang maksimal, perusahaan Anda harus menggunakan chatbot,” ungkap pria asal Australia ini. Chatbot memungkinkan perusahaan meningkatkan skala customer service dengan tetap mempertahankan kualitas layanan.

Namun bagi perusahaan yang tertarik mengimplementasikan chatbot, Gwilym menyampaikan masukannya. “Yang terpenting adalah bagaimana melatih chatbot [untuk menjalankan fungsinya],” ungkap Gwilym.  Perusahaan harus mendesain chatbot agar dapat menyelesaikan masalah yang dikemukakan konsumen. “Karena jika tidak, konsumen akan frustasi dan membuat mereka enggan berinteraksi lagi dengan chatbot,” tambah Gwilym.

Salah satu caranya adalah dengan secara otomatis mengoper masalah konsumen ke manusia alias agen sesungguhnya ketika chatbot tidak bisa menyelesaikan masalah. “Dan agen tersebut langsung memiliki informasi yang dibutuhkan untuk menjawab masalah konsumen,” tambah Gwilym. Karena itulah, dibutuhkan sistem yang bisa memastikan transisi informasi antara chatbot dan agen berjalan mulus dan berkesinambungan.

Nasib Para Agen

Seiring peningkatan adopsi chatbot, peran agen customer service memang akan berkurang di masa depan. Sebagian pekerjaan yang biasanya dilakukan agen, kini bisa dilakukan oleh chatbot. “Dan jenis pekerjaan yang bisa menggunakan chatbot akan semakin banyak seiring kian cerdasnya chatbot,” ungkap Gwilym. Namun Gwilym melihat, peran agen tetap akan dibutuhkan dalam ekosistem customer service di masa depan. “Yang dibutuhkan adalah peningkatan skill set sehingga agen memiliki kemampuan memahami masalah konsumen dengan lebih baik,” tambah Gwilym.

Hal senada juga diungkapkan Hunady Budihartono (Country Manager, Genesys Indonesia). “Dengan teknologi yang ada saat ini, chatbot memang bisa menjalankan tugas yang berulang dan relatif sederhana, seperti mengecek saldo atau mengetahui informasi tentang produk,” ungkap Hunady. Namun ketika bicara soal pelayanan yang penuh empati, chatbot belum dapat menggantikan peran agen manusia; setidaknya untuk saat ini.

Karena itu Hunadi melihat, penggunaan chatbot harus dikaitkan dengan misi melayani pelanggan dengan sebaik-baiknya. Chatbot akan efektif digunakan untuk pekerjaan yang sederhana dan bersifat memberikan informasi. Peran chatbot itu kemudian didukung agen yang dapat menyelesaikan masalah konsumen dengan penuh empati. “Jadi chatbot akan menjadi solusi yang efektif jika digunakan secara tepat,” tambah Hunadi.