Find Us On Social Media :

Membangun Resiliency Bisnis pada Saat Krisis seperti Pandemi COVID-19

By Cakrawala, Selasa, 13 Oktober 2020 | 19:00 WIB

Ilustrasi bisnis saat krisis.

 

Penulis: Santhosh Viswanathan (Managing Director - Asia Pacific and Japan Territory, Intel Corporation)

 

Pandemi COVID-19 telah mengubah hidup kita; mulai dari cara kita bekerja, sampai cara anak-anak kita belajar. Terdapat banyak elemen yang semula kita anggap biasa – seperti berbelanja kebutuhan sehari-hari, bertemu dengan teman-teman kita di restoran, atau mengakses produk dan layanan tertentu – yang terkena dampak pandemi ini.

COVID-19 telah terbukti menjadi sebuah peringatan bagi bisnis dan industri di seluruh dunia akan pentingnya memiliki resiliency bisnis yang kuat, berikut dengan kebutuhan untuk memiliki rencana kelangsungan bisnis (business continuity plan) yang komprehensif.

Perjalanan kita masih panjang untuk mendeklarasikan COVID-19 sebagai “bagian dari masa lalu”. Pertanyaannya kini ialah “bagaimana kita melanjutkan langkah kita dari situasi saat ini?”.

Meskipun tidak ada jawaban yang mutlak, saya percaya bahwa teknologi seperti komputasi cloud memiliki peran penting dalam mendukung resiliency bisnis, beradaptasi dengan perubahan dan mempercepat inovasi yang akan membantu kita untuk tetap bertahan dan membangun “new normal”.

Memastikan Resiliency Bisnis: Cloud-readiness dan Agility

Adalah menarik melihat bagaimana perusahaan yang berhasil untuk beradaptasi dengan cepat dan merespons tantangan pengoperasian secara lebih baik selama masa pandemi adalah mereka yang lebih cloud-ready.

Sebagai permulaan, perusahaan-perusahaan ini telah memampukan para karyawannya untuk mengakses data bisnis yang penting dan alat produktivitas lainnya melalui cloud.

Perangkat komunikasi dan kolaborasi penting – yang digunakan oleh para karyawannya – berpusat pada cloud; baik Microsoft Office 365, Slack, Zoom, maupun kombinasi dari aplikasi tersebut. Teknologi seperti Virtual Desktop Infrastructure (VDI) juga memungkinkan karyawan untuk mengakses desktop dan data perusahaan di mana pun melalui cloud, sementara administrator TI dapat memantau dan memberi dukungan teknis untuk masalah apa pun dari jarak jauh.

Pada saat yang sama, resiliency bisnis selama masa krisis berkaitan erat dengan ketangkasan (agility) dan keinginan untuk menyadari dan mengakui bahwa perubahan merupakan suatu hal yang dibutuhkan dan tidak selalu direncanakan. Dalam hal ini, remote work yang semula menjadi suatu hal yang opsional telah berubah menjadi sesuatu yang bersifat “default” selama masa pandemi ini, atau bahkan setelahnya.

Kabar baiknya, tim Intel sudah siap dengan perubahan tersebut. Setelah wabah SARS melanda pada tahun 2002, Intel telah membentuk sebuah tim bernama Pandemic Leadership Team (PLT) yang telah mengamanatkan tiap unit bisnis di Intel untuk memiliki rencana kelangsungan bisnis yang tangguh. Kami telah menyiapkan sekitar setengah dari karyawan kami untuk bekerja dari jarak jauh kapan pun. Beban kerja dengan bandwidth yang intensif seperti audio dan video conferencing telah dipindahkan ke cloud. Selain itu, kami telah meningkatkan pengunaan layanan as-a-service, sehingga karyawan kami dapat mengakses alat-alat dan dan kapabilitas lainnya melalui cloud, tanpa harus menggunakan akses virtual private network (VPN). Persiapan ini telah membangun sebuah fondasi untuk skenario work from home (WFH) yang tidak terduga, sehingga dampak daripada keadaan tersebut terhadap pengoperasian kami minimal – mengingat kami telah mendukung 100,000 karyawan untuk tetap produktif ketika mereka bekerja dari jarak jauh.

Menjadi Cloud-ready: Berinovasi Selama Masa Krisis

Di Tiongkok, para petani yang terbebani oleh stok yang tidak terjual – akibat dari dampak pandemi COVID-19 terhadap industri logistik – mendapati e-commerce sebagai solusi yang tidak terduga. JD.com bekerja sama dengan para petani dan influencer untuk menjual hasil panen seperti buah-buahan dan sayur-sayuran; satu live stream telah berhasil untuk menjual lebih dari 100 ton apel hanya dalam waktu dua jam.

Perusahaan e-commerce seperti Lazada juga telah melalukan live streaming dan mendapati 27 juta orang menonton LazLive pada bulan April. Berikut dengan banyaknya konsumen yang beralih ke online shopping untuk membeli keperluan sehati-hari karena terjebak di rumah, hal tersebut pun meningkatkan jumlah penjualan dari bulan sebelumnya sebanyak 45%.

Salah satu dari daya tarik cloud berkaitan dengan bagaimana teknologi ini memberi kemungkinan yang sebelumnya tidak tersedia. Pemerintah yang progresif dan mendukung bisnis pun memiliki peran penting. Di Singapura, lembaga pemerintah seperti Infocomm Media Development Authority of Singapore (IMDA) memimpin gerakan untuk mendorong usaha kecil dan menengah, serta perusahaan besar untuk mengadopsi kemampuan digital yang canggih melalui inisiatif seperti GoCloud, membantu mereka untuk tetap kompetitif selama kondisi ekonomi yang kurang baik.

Para perusahaan pun dapat menggunakan cloud untuk mempercepat pengembangan dan penerapan inovasi baru. Salah satu perusahaan di industri layanan kesehatan bernama Zuellig Pharma menghadapi tantangan logistik dan supply chain di Asia karena lockdown yang diterapkan di berbagai negara. Solusi yang mereka ambil untuk membantu rumah sakit, klinik dan apotek di Singapura, Malaysia, dan Filipina dalam hal mempertahankan stok obat-obatan mereka ialah melalui platform pemesanan dan pembayaran yang berbasiskan cloud. Migrasi mereka ke cloud pun telah memampukan mereka untuk mengimplementasikan platform tersebut dalam hitungan minggu.

Pada tahap ini, pertanyaan untuk para pemimpin bisnis bukanlah “kapan mereka bisa menjadi cloud-ready”, tetapi “apakah tidak masalah bagi mereka untuk tetap tertinggal dan berisiko keluar dari siklus inovasi”.

Masa Depan dari Invoasi adalah Data dan Cloud

Berbagai perusahaan telah memiliki rencana kelangsungan bisnis untuk menanggapi insiden seperti bencana alam, tetapi hanya sebagian di antara mereka yang telah memiliki kemampuan untuk mengatasi dampak dari pandemi seperti yang saat ini kita hadapi. Bagi Intel, mengingat bagaimana pandemi ini berlanjut tanpa kepastian akan kapan pandemi ini akan berhenti, rencana kelangsungan bisnis kami dan integrasi cloud yang berkelanjutan untuk fungsi sehari-hari kami telah menjadi “new normal” kami.

Sebuah laporan dari Boston Consulting Group mencatat bahwasanya bisnis di Asia Pasifik sangat ingin menggunakan cloud dan semua yang ditawarkannya, tetapi tantangan seperti minimnya talenta yang tepat untuk membantu pengadopsian cloud dan perbedaan antara prioritas bisnis dan TI memperlambat proses adopsi. Pengeluaran pada public cloud dan layanan yang berkaitan dengannya bertambah dengan tingkat tahunan gabungan sebesar 25% di wilayah Asia Pasifik. Sekalipun investasi di bidang cloud hanya menyumbang sekitar 5% dari rata-rata anggaran TI, angka ini kemungkinan akan berlipat ganda pada tahun 2023 atau sebelumnya. Pertumbuhan ini pun diperkirakan akan memengaruhi ekonomi secara signifikan (dan positif).

Studi lainnya menemukan bahwa pertumbuhan di public cloud dapat berkontribusi ke dampak ekonomi total sebesar lebih dari US$450 miliar di enam negara utama di Asia Pasifik (Australia, India, Indonesia, Jepang, Singapura, dan Korea Selatan) dari tahun 2019 sampai 2023.

Perlu diingat, bahwa cloud-readiness juga menyiratkan kebutuhan untuk memahami data yang dihasilkan oleh tempat kita bekerja, hidup, dan bermain secara efektif. Perubahan teknologi utama saat ini – mencakup kecerdasan buatan (artificial intelligence – AI), transformasi jaringan melalui 5G, dan pertumbuhan smart edge – membantu untuk mengumpulkan dan menganalisis data tersebut dengan lebih baik.

Insight dari data yang dapat ditindaklanjuti ini mendorong inovasi yang kita butuhkan untuk melalui masa yang tidak menentu dan membangun masa depan kita bersama. Cloud membuat perjalanan inovasi tersebut dengan cara membantu Anda untuk tetap fokus pada hal-hal yang paling penting – bisnis Anda dan pelanggan Anda. Dengan menyederhanakan perjalanan penerapan teknologi dan menyediakan ruang tanpa batas untuk ekspansi dan inovasi, bisnis yang tangguh pun dapat dibangun.

Seiring dengan berjalannya waktu dan sampainya kita pada penghujung tahun 2020, ada satu hal yang jelas: cloud dan teknologi di dalamnya akan memegang peran penting dalam membentuk cara kita bekerja dan hidup.