Find Us On Social Media :

Facebook Jadi Sarang Penyebaran Berita Hoaks di Indonesia

By Adam Rizal, Sabtu, 21 November 2020 | 09:30 WIB

Facebook Hoax

Berita hoaks adalah musuh bersama setiap masyarakat dan negara. Penyebaran berita hoaks, misinformasi, dan disinformasi dapat menyebabkan kekacauan dan permusuhan antar warga negara.

Dalam tiga tahun terakhir, jumlah hoaks yang tersebar di berbagai platform di Indonesia selalu meningkat.

Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) yang berkolaborsi dengan cekfakta.com melaporlan jumlah hoaks yang tersebar di Indonesia mencapai 2.024. Jumlah itu terhitung sejak tanggal 1 Januari-16 November 2020.

Angka tersebut naik dari tahun 2019 yang mencapai 1.221 hoaks, di mana jumlah ini juga meningkat dari tahun 2018 yang mencapai 997 hoaks.

Ketua Presidium Mafindo Septiaji Eko Nugroho mengatakan, pada masa pandemi, jumlah hoaks terutama terkait kesehatan meningkat. Paling tidak, lanjut Septiaji, lebih dari sepertiga hoaks yang beredar di Indonesia sepanjang 2020 berkaitan dengan pandemi Covid-19.

Hoaks yang beredar di Indonesia pun beragam, mulai dari terkait pandemi Covid-19, isu pilkada serentak 2020, omnibus law UU, dan isu-isu lain. Menurut Septiaji, hoaks yang tersebar di Indonesia lebih banyak ditemukan di platform Facebook.

"Kalau di Indonesia, paling banyak ada di platform Facebook, diikuti platform lain seperti Twitter dan WhatsApp," jelas Septiaji.

Namun, Septiaji tidak merinci berapa banyak hoaks yang beredar di masing-masing platform. Dia mengatakan, hoaks yang berasal dari platform yang bersifat publik, seperti Facebook atau Twitter, lebih mudah ditelusuri.

Baca Juga: Facebook Kembangkan Mesin Khusus untuk Saring Konten Negatif

Berbeda dengan hoaks yang beredar di aplikasi perpesanan yang bersifat pribadi, yang lebih sulit dilacak. Data yang dihimpun pun berasal dari laporan pengguna WhatsApp yang melaporkan temuan hoaks kepada Mafindo.

"Kalau dalam catatan kami, berdasarkan laporan, ada sekitar 13-15 persen hoaks yang beredar di masyarakat berasal dari WhatsApp," jelas Septiaji.

"Tapi, aslinya bisa lebih dari itu karena kita sendiri enggak bisa mengecek, hanya yang dilaporkan pengguna yang bisa kami lacak," Septiaji menambahkan.