Transformasi digital masih akan terus digulirkan, bahkan diakselerasi, oleh berbagai organisasi di Asia Pasifik di tahun depan. Apa saja teknologi yang akan menjadi prioritas?
Sebanyak 95% responden dari sbuah survei terbaru tentang transformasi digital yang dilakukan oleh Red Hat menyatakan bahwa transformasi digital dianggap penting. Hal ini tak lepas dari sejumlah manfaat yang dirasakan perusahaan setelah melakukan transformasi digital. Apalagi saat perusahaan harus menghadapi berbagai perubahan akibat pandemi.
Dari survei berjudul Understanding APAC’s Success in Digital Transformation, July 2020 tersebut, diketahui ada tiga performance metric yang meningkat secara signifikan akibat transformasi digital: efisiensi operasional (operational efficiency), pertumbuhan/perolehan pendapatan (growth/revenue generation), dan kecepatan ke pasar (speed to market).
Yang menarik adalah peningkatan ketiga metrik tersebut di APAC melampaui apa yang dialami organisasi di kawasan-kawasan lain di dunia. Menurut Country Manager, Red Hat Indonesia, Rully Moulany, hal tersebut mungkin terjadi karena populasi usia produktif di APAC yang cukup tinggi.
“Sehingga ada tendensi digital savvy dan hal ini tentu mendorong para pelaku usaha untuk menggiatkan digitalisasi,” jelas Rully dalam kesempatan Red Hat End-of Year Media Meet up beberapa waktu lalu. Alasan lain adalah technical debt di kawasan APAC relatif lebih rendah.
Dari survei yang sama diketahui bahwa akibat terjadinya pandemi, organisasi di APAC tidak hanya bertransformasi tetapi juga mengakselerasi transformasi digital. Rully menyatakan bahwa “Accelerating” ini adalah satu kategori baru dalam perjalanan transformasi digital perusahaan.
“Dua puluh persen dari responden menyatakan mereka tidak hanya transforming tapi accelerating. Bisa ditebak mengapa demikian, yaitu meskipun saat ini disebut new normal tapi sepertinya kita tidak akan pernah bisa kembali ke ‘normal’ yang dulu. Di samping itu, kita juga telah melihat banyak value (yang diraih dari transformasi digital), misalnya bisa kerja di mana saja, lebih efisien, dan sebagainya,” jelas Rully.
Kemudian Rully juga memaparkan ada empat tren teknologi yang akan marak di ASEAN, termasuk Indonesia, di tahun 2021.
Red Hat melihat di tahun depan organisasi akan menjadikan adopsi Automation/Automasi sebagai prioritas. “Otomatisasi infrastruktur menjadi sangat penting, terutama di situasi pandemi, karena banyak limitasi yang terjadi,” Rully mengemukakan alasan. Situasi pandemi tidak memungkinkan, misalnya proses konfigurasi di satu lingkungan TI, dilakukan secara manual. Oleh karena itu organisasi harus melakukannya secara otomatis (infrastructure as a code).
Tren kedua, seperti telah dikemukakan di awal tulisan ini, permintaan untuk melakukan transformasi digital masih akan terakselerasi dan terus meningkat.
Tahun depan, Red Hat juga melihat akan semakin banyak organisasi yang mengeksplorasi pemanfaatan container. Perusahaan-perusahaan besar diperkirakan akan beralih menggunakan container guna mempercepat inovasi.
“Ada satu paradigma baru computing, yaitu cloud computing. Tapi lebih spesifik lagi adalah teknologi container sebagai enabler cloud computing. Container adalah satuan komputasi yang sangat ringkas, yang kemudian menjadi portable untuk dibawa ke cloud manapun,” jelas Rully. Menurutnya, banyak bank sudah mulai menggunakan container karena bank memandang container sebagai cara efektif untuk menekan biaya, dan di saat yang sama bank dapat meningkatkan jumlah nasabah serta merilis produk dan layanan dengan cepat.