Ada beberapa alasan yang mengemuka. Yang pertama adalah terlalu besarnya dominasi Alibaba saat ini. Di e-commerce saja, Alibaba memiliki Alibaba (untuk segmen B2B), Taobao (B2C), dan Tmall (B2C untuk merek ternama). Selain itu, Alibaba juga memiliki anak perusahaan di bidang logistik (Cainiao), supermarket (Freshhippo), sampai travel (Fliggy).
Sebenarnya, tidak semua anak perusahaan ini menguasai pangsa pasar di industrinya. Namun dengan basis pengguna dan modal yang besar, Alibaba berpotensi melakukan monopoli dan menghalangi munculnya kompetisi yang adil.
Sikap keras pemerintah China bisa jadi disebabkan perkataan Jack Ma, pendiri dan tokoh sentral di Alibaba Group. Pada sebuah acara di tanggal 24 Oktober, Jack Ma mengutarakan kritik pedas bagi otoritas finansial China. “Mustahil mental rumah gadai dapat mendukung kebutuhan finansial di 30 tahun ke depan,” ungkap Jack Ma kala itu. “Kita harus memanfaatkan teknologi big data sebagai basis sistem kredit, menggantikan pendekatan rumah gadai yang digunakan selama ini,” tambah Ma.
Kritik keras Jack Ma mungkin menjadi salah satu penyebab perseteruan Pemerintah China dengan Alibaba
Bicara konteks, rumah gadai biasanya mengharuskan calon nasabah memberikan jaminan aset berharga jika ingin mendapatkan pinjaman modal. Menurut Jack Ma, pendekatan ala rumah gadai ini seharusnya bisa digantikan big data. Dengan menganalisa jejak calon nasabah berdasarkan berbagai sumber data, institusi finansial dapat menilai apakah calon nasabah potensial atau tidak; tanpa perlu melibatkan aset berharga calon nasabah.
Jika ditilik, perkataan Jack Ma tersebut ada benarnya. Bahkan industri pinjaman online menggunakan pendekatan seperti itu. Namun ucapan pedas itu mungkin menyinggung otoritas keuangan China, yang kemudian melakukan “aksi balasan” kepada Jack Ma.
Dan Jack Ma pun merasakan akibatnya. Saham Alibaba Group turun tajam akibat rentetan insiden ini, yang mengakibatkan kekayaan Jack Ma turun sampai US$10 miliar.