Bagus melihat, seharusnya ada platform yang membuka informasi keterisian booking space ini, sehingga semua perusahaan logistik bisa saling berkolaborasi. “Semua pihak bisa tahu berapa besar kapasitas yang tersisa maupun rutenya,” ungkap Bagus. Platform ini tidak saja meningkatkan efisiensi perusahaan logistik, namun juga maskapai penerbangan. “Karena ketika flight berkurang, kargo mereka tetap terisi optimal,” ungkap Bagus.
Platform Independen
Untuk platform kolaborasi ini, Bagus melihat teknologi blockchain bisa menjadi solusi. Dengan konsep yang terbuka, blockchain dapat menjadi platform yang dapat digunakan seluruh ekosistem industri logistik, mulai dari perusahaan logistik, penyedia layanan transportasi, dan pemerintah.
Sebenarnya, Direktorat Jenderal Bea Cukai sudah merintis penggunaan teknologi blockchain dengan mengadopsi platform TradeLens. Akan tetapi, Bagus melihat pelaku industri logistik akan kesulitan dalam mengadopsi platform TradeLens ini. Yang pertama, platform ini dikembangkan oleh pihak ketiga; bukan pihak pemerintah yang relatif lebih netral. Alasan lain, platform ini membutuhkan investasi hardware yang cukup besar, bahkan bagi perusahaan logistik kelas menengah ke atas.
Karena itu, Bagus lebih mengusulkan pemanfaatan INSW (Indonesia National Single Window) sebagai embrio platform blockchain. Alasannya, di INSW sudah berkumpul semua stakeholder, beberapa kementerian dan lembaga seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan pelaku industri. “Inisiatifnya sudah ada, tinggal teknologinya yang dipergunakan untuk memfasilitasi pertukaran data" tambah Bagus.