Akibat pandemi, hampir setahun lamanya banyak perusahaan menerapkan kerja dari rumah (work from home/WFH) atau kerja jarak jauh (remote working). Bagaimana karyawan menanggapi hal itu? Dell Technologies mengungkapkannya dalam hasil riset terbaru.
Mewawancarai 1.030 pekerja Indonesia berusia 18 tahun, riset Indeks Kesiapan Bekerja Jarak Jauh atau Remote Work Readiness (RWR) Index menemukan bahwa delapan dari 10 (81%) pekerja di Indonesia merasa siap untuk bekerja jarak jauh dalam jangka panjang. Presentase yang sama juga ditunjukkan oleh temuan di Asia Pasifik dan Jepang (APJ).
Kesiapan tersebut tentu tak lepas dari dukungan penuh perusahaan kepada karyawan untuk remote working, seperti dikatakan oleh 55% pekerja di Indonesia. Sementara dalam cakupan APJ, hanya 46% karyawan yang menyatakan demikian.
Namun di balik optimisme itu, ada beberapa kekhawatiran yang dirasakan para karyawan. Kekhawatiran utama yang diungkapkan oleh 33% pekerja adalah semakin kaburnya batasan antara kehidupan kerja dan pribadi jika perusahaan masih akan menerapkan cara kerja jarak jauh dalam jangka panjang.
“Situasi yang terjadi di tahun 2020 telah memaksa banyak karyawan untuk beralih ke cara bekerja jarak jauh dalam waktu semalam. Meski bukan konsep yang asing bagi sebagian besar tenaga kerja Indonesia, mereka tetap khawatir jika cara bekerja jarak jauh ini berlanjut dalam jangka panjang,” ujar Martin Wibisono, Direktur, Commercial Client, Dell Technologies, Indonesia dan Filipina.
Tantangan lain datang dari sumber daya teknologi dan hal-hal terkait SDM. Responden juga merasa perusahaan perlu menyediakan lebih banyak sumber daya untuk mendukung produktivitas mereka.
“Pekerja di Indonesia siap untuk terus bekerja dari jarak jauh, tapi mereka mengharapkan dukungan yang lebih besar dari perusahaan mereka, khususnya sumber daya teknologi dan yang berkaitan dengan sumber daya manusia," jelas Martin.
Walau 54% pekerja di Indonesia sepakat perusahaan tempat mereka bekerja telah melakukan semua yang mereka bisa untuk menyediakan sumber daya teknologi yang dibutuhkan, masih ada kekhawatiran pekerja di sisi teknologi.
Stabilitas jaringan remote, termasuk bandwidth internet (41%, APJ: 31%) menjadi tantangan teknologi yang utama. Di samping itu, 32% pekerja di Indonesia menyatakan seringkali masih harus menggunakan perangkat pribadi untuk bekerja. Hal ini tentu harus mendapat perhatian khusus dari perusahaan mengingat berbagai risiko keamanan TI yang bisa muncul.
Sebanyak 28% pekerja juga mengalami kesulitan mengakses sumber daya internal perusahaan begitu Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diberlakukan.
Dengan adanya tantangan tersebut, tak heran jika para pekerja mengharapkan perusahaan menyiapkan perangkat/alat produktivitas; menyediakan jaringan remote yang stabil, termasuk bandwidth internet; dan membuka akses ke sumber daya internal perusahaan.
Sementara itu, dari sisi sumber daya manusia, tantangan terbesar dalam remote working adalah karyawan merasa sesi pelatihan dan pengembangan, termasuk pelatihan untuk alat-alat digital justru berkurang. Hal ini disebutkan oleh 48% karyawan.