Find Us On Social Media :

Riset: 87% Anak di Indonesia Sudah Bermedia Sosial Sebelum 13 Tahun

By Rafki Fachrizal, Jumat, 16 April 2021 | 13:45 WIB

Ilustrasi Anak-anak Bermedia Sosial

Sekitar 87% anak-anak di Indonesia sudah dikenalkan media sosial sebelum menginjak usia 13 tahun.

Bahkan, sebanyak 92% anak-anak dari rumah tangga berpenghasilan rendah mengenal media sosial lebih dini.

Hal tersebut terungkap dari hasil riset terbaru Neurosensum bertajuk “Neurosensum Indonesia Consumers Trend 2021: Social Media Impact on Kids”.

Riset yang dilakukan pada bulan Februari lalu itu bertujuan untuk memahami kesadaran penggunaan media sosial anak-anak di antara orang tua dan kekhawatiran mereka terhadap penggunaan media sosial oleh anak-anak.

Riset tersebut melibatkan 269 responden (52 persen pria dan 48 persen wanita) di 4 kota besar di Indonesia (Jakarta, Medan, Bandung, dan Surabaya) dan menemukan beberapa fakta menarik.

Secara rata-rata, anak Indonesia mengenal media sosial di usia 7 tahun. Dari 92% anak yang datang dari keluarga berpenghasilan rendah, 54% di antaranya diperkenalkan ke media sosial sebelum mereka berusia 6 tahun.

Angka ini merupakan angka yang signifikan jika dibandingkan dengan rumah tangga berpenghasilan tinggi di mana hanya 34 persen yang menggunakan media sosial sebelum mereka mencapai usia tersebut.

Sebagai informasi, raksasa media sosial seperti YouTube, Instagram, dan Facebook, menerapkan batas minimum usia pengguna 13 tahun.

“Penggunaan media sosial di rumah tangga berpenghasilan rendah dimulai saat anak berusia sekitar 7 tahun, lebih awal dibandingkan dengan rumah tangga berpenghasilan menengah ke atas, yaitu 9 tahun. Meski belum memenuhi batas bawah usia akun media sosial, para orang tua pada akhirnya memberikan akses media sosial agar anak sibuk dan orangtua dapat fokus mengerjakan pekerjaan mereka,” kata Rajiv Lamba, CEO NeuroSensum & SurveySensum.

Tidak hanya usia, hasil riset NeuroSensum ini juga mengungkapkan adanya perbedaan durasi saat mengonsumsi konten media sosial di antara anak-anak dari keluarga berpenghasilan rendah dan tinggi.

Rajiv memaparkan, “Meskipun dimulai pada usia yang sangat muda, anak-anak di rumah tangga berpenghasilan rendah menghabiskan lebih sedikit waktu di media sosial (2,4 jam sehari) dibandingkan teman seusia mereka di rumah tangga berpenghasilan tinggi yaitu 3,3 jam sehari).”

Baca Juga: 1,3 juta Akun Pengguna Clubhouse Bocor, Ini Kata Pakar Keamanan Siber

YouTube (78 persen), WhatsApp (61 persen), Instagram (54 persen), Facebook (54 persen), dan Twitter (12 persen) adalah platform media sosial yang paling banyak digunakan oleh anak-anak.

Dari platform tersebut, anak-anak dari rumah tangga berpenghasilan tinggi dan rendah cenderung lebih memilih hiburan di internet sebagai alternatif mengisi waktu luang, dibandingkan dengan anak-anak dari rumah tangga berpenghasilan menengah, yang lebih fokus pada kegiatan komunikasi dan pembelajaran online.

Anak-anak menghabiskan sebagian besar waktunya untuk melakukan kegiatan online seperti, bermain game dan komunikasi online (masing-masing 65 persen), belajar secara daring dan mempelajari keterampilan baru (masing-masing 48 persen), pembaruan status di media sosial dan menonton film atau serial di platform online (masing-masing 42 persen), membuat video di Tik Tok atau platform video pendek lainnya (37 persen), serta membaca buku atau komik di internet (30 persen).

“Salah satu sisi positif dari anak-anak yang bermedia sosial adalah kemampuan mereka memproduksi suatu karya di usia dini. Terlebih lagi semasa pandemi, anak-anak tidak hanya mengonsumsi konten digital tetapi juga semakin mahir memanfaatkan media sosial untuk membuat konten. Meskipun aktivitas memproduksi konten ini lebih banyak dilakukan oleh anak dari kalangan atas, hal tersebut memunculkan kekhawatiran lain di kalangan orang tua,” papar Rajiv kembali.

Riset NeuroSensum Indonesia Consumers Trend 2021: Social Media Impact on Kids juga melakukan riset pada perasaan orang tua mengenai keeratan anak dengan media sosial.

Hasil riset tersebut menunjukkan bahwa konten yang bersifat kekerasan dan seksual menjadi kekhawatiran terbesar para orangtua yang telah mengenalkan media sosial ke anak-anaknya.

Hal ini menjadi perhatian besar bagi 81% orang tua. Perundungan (bullying) di dunia maya turut menjadi kekhawatiran 56% orang tua di Indonesia.

Hal ini menunjukkan bahwa dampak negatif media sosial secara psikologis lebih mengkhawatirkan dibandingkan dengan efek terhadap kesehatan fisik.

Hal tersebut didukung dengan 98% orang tua yang lebih khawatir terhadap tontonan negatif yang berdampak terhadap anak-anak mereka.

Baca Juga: Deretan Promo di Shopee, Tokopedia, dan Bukalapak Selama Ramadan 2021