Empat tim dari Indonesia dan Malaysia menjuarai Climate Hack 2021 yang diadakan oleh Singapore International Foundation (SIF).
Climate Hack sendiri merupakan sebuah ajang hackathon virtual yang memanfaatkan teknologi dan jaringan internasional untuk berinovasi demi perubahan iklim. Program perdana ini diselenggarakan oleh SIF yang bekerja sama dengan perusahaan sosial Code For Asia (CFA). Ada 46 prototipe digital diikutsertakan oleh tim dari seluruh Asia yang merancang solusi untuk mengatasi perubahan iklim.
Sembilan tim dari lima negara berhasil mencapai babak final yang dinamai Demo Day. Di depan panel juri yang mengevaluasi dampak dan inovasi, para finalis mempresentasikan ide, solusi, dan prototipenya, yang mencakup bidang-bidang, seperti keanekaragaman hayati, energi, ketahanan pangan, limbah, dan kehidupan berkelanjutan.
Siapa saja tim pemenang ajang ini?
Juara pertama: Not Samsan Tech (Indonesia)
Tim ini mengusung e-CO2mmurz, yaitu ekstensi browser yang menginformasikan pengguna tentang konsumsi karbon dioksida saat berbelanja di platform e-commerce.
Juara kedua: MarhaEnergy Team (Malaysia)
Tim asal negeri jiran ini merancang MarhaEnergy, yaitu sebuah platform yang berisi komunitas pengumpul sumber daya energi surya.
Juara ketiga: WasteBuster (Malaysia)
Tim WasteBuster membawa Raccoonia, yaitu aplikasi seluler yang mendorong dan membantu pengguna untuk mendaur ulang dan mengelola sampah melalui berbagi sumber daya dan pengembangan komunitas.
Beberapa tim lain memperoleh penghargaab:
Judges’ mention: Gold Digger (Indonesia)
Tim ini mengembangkan aplikasi Agrow, yang dapat digunakan untuk memprediksi permintaan dan harga tanaman.
People Choice: WasteBuster (Malaysia) Selain meraih gelar juara ketiga, tim WasteBuster juga mendapatkan suara terbanyak dari komunitas online.
Tim yang terpilih sebelumnya telah dibimbing oleh pengusaha, desainer, developers, dan pakar iklim untuk menyempurnakan dan mempertajam ide-ide mereka sebelum membuat presentasi terakhir.
“Pandemi COVID-19 telah mempercepat adopsi global teknologi digital, di mana orang-orang mencari jalan di tengah penutupan pembatasan dan kondisi yang mengharuskan mereka untuk menjaga jarak aman agar tetap terhubung. Pada saat yang sama, perubahan iklim - serupa dengan pengendalian penyakit menular seperti COVID-19 dan masalah lain yang menyebar lintas batas dengan konsekuensi global - hanya dapat ditangani secara efektif melalui kerja sama internasional. Karenanya, kami menyelenggarakan Climate Hack 2021 yang memanfaatkan teknologi dan jaringan internasional untuk bekerja sama dalam mengatasi iklim. Ini juga menandai langkah pertama SIF ke dalam e-volunteering saat kami menavigasi new normal dalam kerjasama internasional untuk pembangunan. Kami berharap dapat mengadakan lebih banyak program serupa dalam waktu dekat,” papar Jean Tan, Executive Director SIF.
“CFA percaya bahwa individu dapat mendorong perubahan melalui inovasi digital yang mempromosikan pembangunan berkelanjutan dan membangun masa depan yang lebih baik. Keberhasilan program ini menunjukkan minat terhadap keterampilan digital untuk mengatasi tantangan global. Saya yakin solusi yang disampaikan hari ini memiliki potensi besar untuk memberikan dampak positif di wilayah ini dan saya berharap dapat melihat hasilnya," ujar Enjiao Chen, salah satu pendiri CFA berkata:
Sementara Dharmawan Santosa dari Not Samsan Tech (Indonesia) mengatakan, “Kami bangga menjadi salah satu pemenang Climate Hack 2021. Program ini benar-benar memberikan pengalaman yang berharga bagi tim kami. Peralatan digital serta bimbingan pelatih dan mentor memungkinkan kami untuk melihat kebutuhan yang ingin kami penuhi dalam sudut pandang yang baru dan berbeda."
“Kami telah memperoleh keterampilan dan wawasan digital yang tak ternilai melalui workshop dan bimbingan dari mentor kami. Kami juga senang mendengar dari tim lain tentang bagaimana mereka menangani berbagai masalah lingkungan di berbagai negara. Hal tersebut memberi kami perspektif baru,” ujar Muhammad Dzaki Razaan Faza dari Gold Digger (Indonesia).