Selama pandemi, minat para pedagang terhadap platform digital naik drastis. Namun pedagang beralih ke bisnis online, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, menurut Qasir.
Riset Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) pada 2020 mencatat bahwa 7 dari 10 pelaku usaha di Tokopedia mengalami kenaikan volume penjualan dengan median sebesar 133%. Hal ini juga tak lepas dari permintaan konsumen yang terus berevolusi
Namun, dibalik peluang dan segala kemudahan, ada beberapa hal yang patut jadi pertimbangan usahawan sebelum memutuskan untuk mentransformasi bisnisnya secara digital.
Mrnurut CEO Qasir, Michael Williem, harus ada unsur kehati-hatian dari gerakan migrasi ke bisnis online itu. Ia menyebut usahawan kerap luput memerhatikan risiko yang muncul dari pemasaran melalui media sosial dan platform marketplace/e-commerce.
“Kami menyadari usahawan mikro yang akan menjalani usaha online akan lebih mudah dengan memulai penjualannya di media sosial maupun marketplace. Namun, usahawan juga perlu mempertimbangkan risiko apa saja yang dihadapinya, di samping peluang dan benefit yang didapat jika hanya mengandalkan kedua media tersebut untuk pemasaran,” jelas Michael.
Tiga Manfaat, Tiga Risiko
Menurutnya, setidaknya ada tiga jenis manfaat dan risiko dari media sosial dan marketplace yang dapat menjadi pertimbangan agar semakin siap dan strategis ketika memulai bisnis online.
- Memulai Bisnis Lebih Mudah dan Cepat
Melalui platform sosial media atau marketplace, usahawan bisa mulai hanya dengan mengikuti instruksi yang tersedia. Seperti mengisi data diri dan kelengkapan data usaha, memuat gambar produk dan layanan, menuliskan deskripsi singkat dari layanan yang dimiliki, dan berinteraksi secara real-time dengan konsumen.
Usahawan juga dapat mengakses di mana pun dan kapan pun aplikasi tersebut melalui smartphone kesayangannya. Khusus di media sosial, usahawan juga dapat membangun dan meningkatkan brand awareness-nya melalui unggahan yang tidak hanya bersifat promosi tetapi juga konten-konten edukatif, informatif, dan menghibur yang berkaitan dengan jenis bisnisnya.
Namun, waspada akan ancaman kejahatan siber yang mengintai data pribadi.
Kemudahan dan pengalaman berbisnis yang lebih simpel dengan menggunakan platform pihak luar tetap berisiko akan faktor keamanan. Kemungkinan adanya pencurian identitas maupun produk dan layanan yang disalahgunakan bisa dilakukan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab. Misalnya, secara langsung maupun tak langsung kompetisi yang tidak sehat membuat kompetitor berusaha untuk menyerang privasi dan menjual informasi yang Anda miliki. Hal ini tentunya dapat merugikan konsumen maupun usahawan dan keberlangsungan bisnis kedepannya.
Qasir menyebutkan bahwa kebijakan privasi pengguna Qasir sangat dijamin kerahasiaannya. Pengguna secara sadar memberikan persetujuan pengumpulan informasi pengguna tersebut kepada Qasir. Sedangkan, pihak Qasir juga menjamin informasi pengguna hanya digunakan semata-mata untuk kepentingan pengguna, meningkatkan kualitas layanan, memperlancar proses transaksi, dan tujuan lainnya sepanjang diperbolehkan oleh ketentuan hukum yang berlaku.
Untuk mengantisipasi kebocoran data, Qasir menggunakan tools atau software yang memang sudah sangat kredibel dan kuat sistem keamanannya untuk bertukar informasi antar tim Qasir. Selain itu, pihaknya juga mendorong tim tertentu untuk menggunakan VPN demi menjamin kerahasiaan data yang dipegangnya.
- Meningkatkan Efisiensi Operasional Bisnis
Ketika berjualan di marketplace dan media sosial, usahawan tidak perlu memiliki toko fisik dan memungkinkan bisnis untuk memperluas target audiensnya bahkan sampai ke luar daerah operasional. Hal ini tentunya mengarah pada penghematan biaya operasional. Selain itu, hadirnya berbagai opsi jasa antar di marketplace yang cukup terjangkau membantu usahawan tidak perlu menambah urusan logistik dan fitur pelacakan barang juga menjadi nilai tambah baik usahawan dan konsumen sehingga nilai kepercayaan dan transparansi cukup kuat dibangun.
Namun Qasir mengingatkan bahwa para usahawan akan berbagi kontrol dan biaya dengan provider lain.
Ketika bergabung di marketplace, maka kontrol operasional dan logistik tidak sepenuhnya di tangan usahawan. Membuka bisnis di marketplace dan media sosial membuat pelaku usaha harus tunduk kepada kebijakan yang berlaku, mulai dari persentase monetisasi yang didapat dan biaya tambahan lainnya yang mungkin diubah secara tiba-tiba, dan kendala teknis yang tidak dapat diperbaiki sendiri.
- Transaksi Pembayaran yang Terintegrasi dan Lebih Cepat
Usahawan yang mulai merambah dunia online tidak lepas dari tuntutan untuk terintegrasi dengan fitur pembayaran digital pula. Hal ini tidak lepas dari layanan konsumen untuk memudahkan transaksi dan efisiensi antar seller dan provider. Komisi dan keuntungan bisa didapat lebih cepat, dan mudah dilacak secara real time oleh seller.
Namun persaingan semakin ketat membuat jangkauan semakin terbatas.Dunia usaha tidak pernah lepas dari kompetisi. Pun demikian di ranah digital. Kompetisi pasar yang tinggi membuat usahawan harus mengatur strategi yang tepat agar dapat dilirik oleh pembeli.
Apalagi, baik dalam media sosial maupun marketplace, ada yang dinamakan algoritme. Ini menentukan apakah toko Anda bisa terlihat secara luas oleh calon pelanggan. Nyatanya, kemungkinan produk atau brand Anda akan kurang terdengar dan berkembang sangatlah besar disebabkan munculnya produk yang sama dengan harga yang bisa jadi lebih murah. Itu mengapa usahawan berlomba memperbanyak followers dengan tujuan untuk memperluas jangkauan promosinya ataupun agar bisa muncul pada pencarian teratas di pencarian pembeli. Jika tidak, mau tidak mau usahawan harus banyak mengeluarkan dana untuk beriklan, melakukan diskon, menggelar flash sale, maupun membayar influencer.
Itulah mengapa, menurut Michael Williem, para usahawan juga dapat memikirkan strategi untuk mengembangkan website sendiri, agar memiliki kontrol bisnis sepenuhnya tanpa mengandalkan pihak ketiga saja--seperti jika menggunakan jasa platform media sosial dan marketplace. Karena jika marketplace tutup maka itu sama saja seperti sebuah outlet miliknya ikut tutup. Ini yang tidak akan terjadi jika usahawan memiliki website usahanya sendiri. Bukan hanya itu, penggunaan website juga sangat penting untuk membangun trust dan reputasi sebuah usaha.
“Kami optimis ke depannya kesadaran usahawan untuk memiliki landing page ataupun website sendiri akan terus bertumbuh, itu mengapa dari jauh-jauh hari kami juga telah mengakomodir kebutuhan UMKM dalam memiliki Website Usahanya sendiri--yang amat sangat terjangkau, namun memiliki fitur yang mumpuni misalnya katalog digital, tombol beli dan perhitungan ongkir layaknya berbelanja di marketplace, hingga bio link yang bisa menampung semua link usaha mereka," tambahnya.
Saran untuk Hadapi Persaingan
Pakar Digital Business dan Marketing Tuhu Nugraha mengungkapkan hal yang senada untuk usahawan mikro. “Usahawan mikro ini dikenal dengan Chief Everything of Office. Mulai dari operasional, manajemen, hingga pemasaran semua harus bisa dilakukan. Maka cara yang paling murah untuk melakukan inovasi ke ranah digital pasti dilakukan lewat online, yaitu media sosial dan marketplace. Berikutnya, mereka juga harus punya website. Hal ini ditujukan agar meningkatkan loyalitas konsumennya. Dengan punya website, usahawan bisa mengolah data dan menganalisis konsumen masing-masing mulai dari karakternya, polanya, dan lainnya,” paparnya ketika dihubungi 30/5.
Tuhu juga menambahkan, selain penggunaan ketiga medium di atas untuk strategi pemasaran, penggunaan aplikasi POS (point of sale) juga sama pentingnya untuk langkah konkrit ekspansi bisnis. Hal ini ditujukan agar dapat meningkatkan efisiensi operasional. Sehingga, ketika usahawan membutuhkan kredit, laporan keuangan dan pertanggungjawabannya sudah lebih terorganisir dengan POS. Sehingga usahawan tidak sampai terjebak di kerumitan manajemen operasional dan malah mencari pinjaman dengan bunga yang tinggi lantaran tidak memiliki pencatatan yang rapi.
Dengan adanya transformasi online, usahawan juga perlu untuk memetakan perencanaan dan strategi pemasaran konvesionalnya di tengah masa pasca-pandemi saat ini. Pertama, UMKM bisa bergabung dengan berbagai komunitas dan melakukan kolaborasi usaha. Kedua, terus meningkatkan performa usaha dengan upgrade lini usaha semakin bervariasi dan tepat sasaran. Ketiga, meningkatkan added value di tengah persaingan pasar yang semakin kompetitif.
“Persaingan ketat pasti. Masalahnya adalah bagaimana usahawan dapat membangun story telling yang standout dari kompetitor dan menciptakan emotional bonding dengan konsumen, sehingga loyalitas konsumen dapat meningkat,” tutup Tuhu.